Pemburu Profesional Diduga Dalang Pembunuhan Harimau Sumatera di Riau
Pemburu Profesional Diduga Dalang Pembunuhan Harimau Sumatera di Riau
Sebuah kasus pembunuhan harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae) di Desa Tibawan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, mengungkap dugaan keterlibatan pemburu profesional. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyimpulkan hal tersebut berdasarkan teknik dan peralatan yang digunakan dalam aksi perburuan ilegal ini. Kepala BBKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan, menyatakan bahwa jenis jerat kawat sling yang ditemukan di lokasi kejadian merupakan ciri khas yang sering digunakan oleh pemburu profesional. Jerat ini sangat berbahaya karena bersifat non-selektif, dapat menjerat berbagai jenis hewan yang melintas, bukan hanya harimau.
Lebih lanjut, Genman menjelaskan, modus operandi pelaku menunjukkan tingkat keahlian yang tinggi dalam perburuan satwa liar. Kulit harimau, yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar gelap, diduga menjadi target utama. Namun, tidak hanya kulit, tulang dan daging harimau juga memiliki permintaan, terutama dalam perdagangan obat-obatan tradisional. Meskipun demikian, BBKSDA Riau menduga kuat bahwa pelaku yang memasang jerat bukanlah orang yang sama dengan yang mengeksekusi dan mengangkut bangkai harimau tersebut. Saat ini, investigasi bersama kepolisian masih berlangsung untuk mengungkap jaringan perdagangan satwa liar yang lebih besar di balik kasus ini, dan menelusuri kemungkinan adanya aktor intelektual yang berada di luar enam tersangka yang sudah ditangkap.
Penangkapan Enam Tersangka dan Bukti yang Diamankan
Berkat kerja sama antara BBKSDA Riau, Polsek Rokan IV Koto, Koramil Rokan IV Koto, dan Yayasan Arsari, enam tersangka berhasil ditangkap. Mereka diduga terlibat dalam berbagai tahap kejahatan, mulai dari pembunuhan, pengangkutan, hingga pengulitan harimau Sumatera. Barang bukti yang berhasil diamankan cukup signifikan, antara lain:
- Parang
- Tali jerat kawat sling
- Tulang belulang harimau
- Kulit dan daging harimau
- Handphone
- Satu unit mobil yang digunakan untuk mengangkut bangkai harimau
Temuan ini memperkuat dugaan keterlibatan jaringan yang terorganisir dan terstruktur dalam perdagangan satwa liar dilindungi. Kejahatan ini melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun dan denda hingga Rp 100 juta.
Sikap Tegas Pemerintah dan Upaya Pencegahan
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menyatakan kecaman keras Kementerian Kehutanan atas tindakan perburuan ilegal ini. Ia menyebut kejadian ini sebagai tragedi bagi konservasi satwa liar Indonesia dan menegaskan komitmen Kementerian Kehutanan untuk menindak tegas para pelaku. Upaya pencegahan dan penindakan akan diperkuat melalui beberapa langkah, antara lain:
- Patroli intensif di habitat harimau Sumatera.
- Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian harimau Sumatera.
- Penguatan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat dan kepolisian.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya upaya pelestarian harimau Sumatera dan penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan perburuan satwa liar. Langkah-langkah komprehensif dan kolaboratif diperlukan untuk melindungi satwa langka ini dari ancaman kepunahan.