Tragedi di Samarinda: Ayah Tiri Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur Hingga Hamil

Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng wajah Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Seorang gadis berusia 13 tahun, yang masih duduk di bangku sekolah dasar, menjadi korban perbuatan bejat ayah tirinya, SD (50). Akibat peristiwa tragis ini, korban kini mengandung dengan usia kehamilan memasuki bulan kelima.

Terungkapnya kasus ini bermula dari laporan yang diterima oleh Ormas Lawung Kuning Banjar pada Jumat, 18 April. Setelah menerima laporan tersebut, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur segera melakukan pendampingan dan membawa korban ke klinik untuk pemeriksaan medis. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan bahwa korban tengah mengandung dengan usia kehamilan lima bulan.

Menurut keterangan Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainum, perbuatan tidak senonoh tersebut diduga telah berlangsung sejak tahun 2023, ketika korban masih duduk di kelas 4 SD. Pelaku melancarkan aksinya di kediaman mereka yang terletak di Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda. Korban mengakui bahwa kekerasan seksual itu terjadi pertama kali saat ia masih kelas 4 SD. Sempat terhenti selama setahun karena korban masuk pesantren. Namun, perbuatan tersebut kembali berlanjut saat korban kembali bersekolah di Samarinda saat kelas 6.

Ironisnya, korban mengaku bahwa perbuatan bejat tersebut masih terus dilakukan oleh pelaku bahkan saat korban sudah dalam kondisi hamil. Pelaku diduga mengetahui kehamilan korban, namun tetap tega melancarkan aksinya. Terakhir kali perbuatan tersebut dilakukan pada Januari 2025. Korban juga mengungkapkan bahwa dirinya sudah tidak mengalami menstruasi sejak Desember 2024, yang mengindikasikan bahwa saat itu ia sudah hamil sekitar satu bulan.

Korban sempat memberanikan diri untuk menceritakan kejadian yang menimpanya kepada ibu kandungnya. Namun, sang ibu yang bekerja sebagai Office Boy (OB) dan pemulung sampah, tidak berani melaporkan kejadian tersebut karena diancam oleh pelaku. Pelaku mengancam tidak akan memberikan nafkah jika perbuatan tersebut sampai diketahui oleh orang lain. Karena ketakutan akan kehilangan sumber penghidupan, sang ibu terpaksa memilih untuk diam.

Saat ini, korban tengah mendapatkan penanganan intensif dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda untuk pemulihan trauma psikologis. Selain itu, DP2PA juga berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk memberikan dukungan kepada korban, mengingat bulan ini korban akan menghadapi ujian sekolah akhir. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak dari segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan seksual. Dibutuhkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat untuk mencegah dan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap anak.