Indonesia Berpotensi Ungguli Jepang dalam Adopsi Kendaraan Hidrogen

Indonesia Berpotensi Ungguli Jepang dalam Adopsi Kendaraan Hidrogen

Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat adopsi kendaraan hidrogen, bahkan melampaui Jepang. Hal ini diungkapkan oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), yang melihat Indonesia tidak memulai dari titik nol dalam pengembangan teknologi hidrogen.

Presiden Direktur TMMIN, Nandi Julyanto, menyampaikan bahwa percepatan adopsi teknologi mobil hidrogen di Indonesia sangat bergantung pada beberapa faktor kunci. Dukungan kebijakan pemerintah, ketersediaan bahan baku yang memadai, dan pembangunan ekosistem yang mendukung menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi ini.

"Karena kita tidak mulai dari nol, berbeda dengan Jepang yang memulai dari awal. Sekarang produknya sudah ada, infrastruktur tinggal meniru. Yang terpenting sekarang adalah kebijakan, kemudian ketersediaan bahan baku. Jika semua ini tersedia, ekosistem akan terbentuk dan semuanya akan berjalan dengan sendirinya," jelas Nandi.

Toyota sendiri telah menunjukkan komitmennya dengan membangun Hydrogen Refueling Station (HRS) dengan investasi mencapai Rp 34 miliar, bahkan sebelum adanya roadmap yang jelas mengenai hidrogen. Sejak satu dekade lalu, Toyota telah memperkenalkan mobil hidrogen Toyota Mirai di Indonesia. Kemudian, pada tahun 2024, Mirai FCEV generasi kedua hadir, dan disusul oleh Crown FCEV pada tahun 2025.

"Kami sangat menghargai adanya roadmap. Dengan adanya roadmap itu, kita sekarang punya arah yang jelas," ungkap Nandi.

"Walaupun belum ada roadmap, kita sudah mendahului dengan membangun infrastruktur, melakukan studi, dan edukasi. Sekarang, dengan roadmap yang sudah jelas, kita akan pelajari dan mengikuti arah yang telah ditetapkan," tambahnya.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN). RHAN memproyeksikan pertumbuhan pemanfaatan hidrogen dalam sektor transportasi melalui tiga fase:

  • Fase Inisiasi (2025-2034): Sektor transportasi akan memulai dengan proyek percontohan dan komersialisasi stasiun pengisian bahan bakar hidrogen (SPBH) serta kendaraan bus dan truk berat berbasis hidrogen.
  • Pengembangan dan Integrasi (2035-2045): Penggunaan hidrogen dalam transportasi akan semakin meningkat dengan proyek pilot untuk mobil fuel cell dan transportasi laut berbasis fuel cell.
  • Akselerasi dan Berkelanjutan (2051-2060): Teknologi fuel cell terus dioptimalkan dan ditingkatkan untuk kendaraan listrik. Penggunaan hidrogen dalam transportasi diharapkan mencapai skala besar, dengan peningkatan jumlah kendaraan berbasis hidrogen yang signifikan.

Roadmap tersebut juga membagi penggunaan hidrogen dalam transportasi menjadi tiga kategori, yaitu Fuel Cell Electric Vehicles (FCEV), kapal laut, dan kereta api, dengan target implementasi mulai tahun 2030 hingga 2060.

Lebih lanjut, proyeksi pemanfaatan hidrogen mencapai 438 ton per tahun pada tahun 2030, yang akan digunakan oleh 3.000 unit mobil. Pemanfaatan ini diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 530.000 ton per tahun dengan 3,6 juta unit mobil FCEV pada tahun 2060.

Nandi menambahkan, "Tentu, jika kita berbicara tentang komersialisasi, ujungnya adalah konsumen. Konsumen pasti menginginkan biaya yang setidaknya sama dengan biaya yang berlaku saat ini."

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, ketersediaan bahan baku yang terjamin, dan pembangunan ekosistem yang kokoh, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam adopsi kendaraan hidrogen di kawasan ini.