Gropyokan Tikus: Anak-anak di Semarang Dilibatkan dalam Upaya Pengendalian Hama Sawah
Petani di Kabupaten Semarang menghadapi tantangan serius akibat serangan hama tikus yang merusak lahan pertanian mereka. Sebagai respons terhadap masalah ini, Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang menggagas kegiatan "gropyokan tikus" yang melibatkan puluhan anak-anak sekolah dasar.
Kegiatan ini dilaksanakan secara serentak di beberapa kecamatan, meliputi Banyubiru, Tuntang, Ambarawa, Bawen, dan Jambu, dengan tujuan untuk menekan populasi hama tikus yang meresahkan para petani. Pada Minggu (20/4/2025), terlihat anak-anak dengan semangat berburu tikus di persawahan Desa Sraten, Kecamatan Tuntang. Mereka membawa tongkat bambu dan memukul-mukul tanah untuk mengusir tikus dari sarangnya.
Ibnu, seorang siswa kelas empat, mengungkapkan motivasinya mengikuti kegiatan ini adalah untuk membantu ayahnya yang sawahnya diserang tikus. Ia merasa geram terhadap hama tersebut yang telah merusak padi dan menyebabkan gagal panen. Dengan bersemangat, Ibnu mengejar dan memukul tikus hingga lemas, lalu memasukkannya ke dalam karung.
Selain memberikan dampak positif bagi pertanian, kegiatan ini juga memberikan edukasi kepada anak-anak tentang pentingnya menjaga lingkungan dan memahami suka duka kehidupan petani. Kepala Desa Sraten, Rohmad, menjelaskan bahwa keikutsertaan anak-anak dalam gropyokan tikus bertujuan agar mereka belajar tentang dunia pertanian dan termotivasi untuk mencintai alam.
Serangan hama tikus di Desa Sraten cukup parah, mencapai 25 hektar dari total luas 60 hektar sawah. Rohmad menjelaskan bahwa hama tikus yang semakin parah membuat para petani sempat putus asa untuk menanam padi. Kondisi ini diperparah dengan habitat tikus di Rawa Pening yang terendam air, sehingga tikus-tikus tersebut berpindah ke persawahan dan merusak tanaman padi.
Kepala Dispertanikap Kabupaten Semarang, Moh Edy Sukarno, menyatakan bahwa selain gropyokan tikus, pihaknya juga melakukan upaya pengendalian hama secara alami, seperti memperbanyak rumah burung hantu (rubuha). Burung hantu merupakan predator alami tikus, sehingga keberadaannya sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem sawah. Saat ini sudah ada 38 rumah burung hantu yang dipasang.
Edy Sukarno juga mengimbau masyarakat untuk tidak memburu burung hantu, karena hal itu dapat mengganggu upaya pengendalian hama tikus secara alami. Gerakan Pengendalian Hama Tikus ini bertujuan untuk membangun komitmen pengendalian hama secara serentak, terpadu, dan berkelanjutan, serta mengembalikan keseimbangan alam.
Sebagai informasi tambahan, setiap tikus yang berhasil ditangkap dalam kegiatan gropyokan akan dihargai Rp 2.000. Hal ini menjadi motivasi tambahan bagi anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian hama tikus dan membantu meringankan beban para petani.