AS Soroti Peredaran Barang Palsu di Mangga Dua, Pemerintah Indonesia Diminta Tingkatkan Penegakan Hukum HAKI

Amerika Serikat kembali menyoroti keberadaan Pasar Mangga Dua di Jakarta sebagai pusat peredaran barang palsu. Sorotan ini tertuang dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Pemerintah AS menilai, maraknya peredaran produk bajakan di Mangga Dua menjadi salah satu hambatan dalam hubungan perdagangan antara kedua negara.

Dalam laporan tersebut, USTR mengungkapkan kekhawatiran pelaku usaha AS atas masih banyaknya produk palsu yang beredar di kawasan Mangga Dua. USTR mencatat bahwa meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan upaya penindakan, namun efektivitasnya masih perlu ditingkatkan. Mereka menyoroti kurangnya tindakan penegakan hukum yang tegas terhadap penjual barang palsu, serta minimnya tuntutan pidana.

USTR mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan yang lebih komprehensif dan tegas dalam memberantas peredaran barang palsu di Mangga Dua dan pasar lainnya. Mereka merekomendasikan peningkatan peran Satuan Tugas Penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam memberantas peredaran barang palsu. USTR juga menyoroti bahwa surat peringatan yang diberikan kepada penjual barang palsu seringkali tidak efektif.

USTR secara spesifik menyebutkan jenis barang palsu yang banyak ditemukan di Mangga Dua, antara lain:

  • Tas tangan
  • Dompet
  • Mainan
  • Barang berbahan kulit
  • Pakaian

Selain Indonesia, USTR juga menyoroti Malaysia dan Thailand atas masalah serupa. Pasar Petaling Street di Kuala Lumpur dan MBK Center di Bangkok juga disebut sebagai tempat peredaran barang bajakan.

Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, menanggapi sorotan AS tersebut dengan menyatakan komitmennya untuk menegakkan HaKI. Ia mengakui pentingnya penegakan HaKI dalam kerja sama perdagangan dengan negara manapun, termasuk AS. Budi juga menyampaikan bahwa pemerintah secara rutin melakukan pengawasan terhadap peredaran barang ilegal, termasuk barang palsu, dan telah melakukan penyitaan barang-barang ilegal.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa penegakan HaKI bersifat delik aduan. Artinya, laporan terkait pelanggaran HaKI harus diajukan oleh produsen atau pemegang merek yang dirugikan.