Rusia Terbuka untuk Perundingan Damai Permanen dengan Ukraina, AS Melihat Sinyal Positif

Moskwa dikabarkan membuka diri terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan damai permanen dengan Ukraina. Sinyal ini muncul setelah pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan utusan khusus dari Amerika Serikat, Steve Witkoff, di Saint Petersburg, Rusia.

Witkoff, yang juga merupakan mantan utusan Presiden AS Donald Trump, mengungkapkan kepada Fox News bahwa meskipun Trump telah berulang kali menyerukan penghentian konflik antara Rusia dan Ukraina, upaya untuk mencapai gencatan senjata permanen masih belum membuahkan hasil. Namun, ia melihat adanya perubahan positif dalam pendekatan Rusia.

"Permintaan utama Presiden Putin adalah perdamaian permanen. Dan kami menerima jawaban positif terkait hal itu," kata Witkoff.

Witkoff menekankan bahwa proses menuju perdamaian yang langgeng akan membutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Akan tetapi, dia menyatakan optimisme bahwa terobosan signifikan dapat segera dicapai, berpotensi mengubah dinamika konflik yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.

"Kita mungkin berada di ambang sesuatu yang sangat penting," ujarnya.

Selain implikasi bagi Rusia dan Ukraina, Witkoff juga menyoroti pentingnya perdamaian bagi stabilitas global secara keseluruhan. Pertemuan antara Witkoff dan Putin juga menyentuh isu-isu ekonomi, termasuk potensi restrukturisasi hubungan ekonomi antara Rusia dan Amerika Serikat.

"Saya yakin ada peluang untuk membangun kembali hubungan Rusia-AS melalui inisiatif komersial yang saling menguntungkan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan stabilitas di kawasan tersebut," kata Witkoff.

Terlepas dari upaya diplomatik yang sedang berlangsung, tujuan utama pemerintahan Trump untuk mencapai gencatan senjata di Ukraina masih belum tercapai sepenuhnya. Sebelumnya, Putin menolak usulan bersama dari AS dan Ukraina yang menyerukan penghentian konflik secara penuh dan tanpa syarat.

Kremlin bersikeras bahwa pihaknya hanya akan mempertimbangkan penghentian operasi militer di Laut Hitam jika negara-negara Barat mencabut sanksi ekonomi tertentu yang telah dijatuhkan kepada Rusia.