Kopdes Merah Putih: Mampukah Jadi Solusi Tepat Atasi Dominasi Tengkulak di Pedesaan?

Pemerintah Indonesia memiliki harapan besar terhadap Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Program ini digadang-gadang menjadi jawaban untuk mengurangi, bahkan menghilangkan peran tengkulak dan rentenir yang selama ini mencengkeram perekonomian petani di desa-desa. Namun, sejumlah ekonom dan pengamat memberikan pandangan yang beragam terkait efektivitas dan potensi keberhasilan program ini.

Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa upaya penggantian peran tengkulak dan rentenir oleh Kopdes Merah Putih akan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ia menyoroti jumlah koperasi desa yang aktif saat ini masih terbatas, yaitu sekitar empat ribuan. Padahal, idealnya, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang beranggotakan sekitar 64 ribu petani dapat diintegrasikan menjadi koperasi. Menurutnya, transisi dari kegiatan budidaya dan distribusi pupuk subsidi menjadi bisnis yang mampu memberikan solusi keuangan seperti rentenir memerlukan proses yang panjang.

Tantangan Realisasi dan Ikatan Sosial Ekonomi

Tauhid Ahmad juga menekankan bahwa kondisi koperasi desa yang ada saat ini belum memungkinkan untuk secara cepat menggantikan peran tengkulak dan rentenir. Salah satu tantangan utama adalah ikatan sosial dan ekonomi yang kuat antara petani dan tengkulak. Ia memprediksi bahwa keberadaan tengkulak dan rentenir tidak akan sepenuhnya hilang meskipun Kopdes Merah Putih hadir. Hal ini dikarenakan tengkulak seringkali memberikan solusi instan bagi kebutuhan mendesak petani, seperti saat gagal panen atau kebutuhan biaya pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, belum tentu Kopdes Merah Putih dapat memberikan fleksibilitas dan respons yang sama.

Meski demikian, Tauhid mengakui bahwa Kopdes Merah Putih berpotensi untuk menampung hasil panen dan menjualnya dengan keuntungan. Namun, untuk mencapai skala besar dan dampak yang signifikan, dibutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan.

Efisiensi Anggaran dan Potensi Masalah Kebijakan

Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar, justru menyoroti aspek lain dari program ini. Menurutnya, tantangan utama saat ini adalah desain kebijakan yang tepat. Ia mengkhawatirkan inefisiensi anggaran dan potensi kekacauan pembiayaan jika desain kebijakan, regulasi, dan model pembiayaan yang ada tidak diperbaiki. Askar juga mengungkapkan bahwa alokasi anggaran sebesar Rp 400 triliun untuk membentuk 80 ribu Kopdes Merah Putih dapat memicu penolakan dari kepala desa. Hal ini dikarenakan potensi pemangkasan dana desa yang seharusnya dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih penting, serta mematikan upaya pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah berjalan.

Askar juga mengkritik amanat instruksi presiden yang mewajibkan semua penerima bantuan sosial (bansos) menjadi anggota Kopdes Merah Putih dan potensi pembebanan hutang desa dari bank plat merah. Ia menilai langkah ini bertentangan dengan semangat koperasi yang seharusnya berbasis sukarela, dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Askar menekankan bahwa setiap desa memiliki keunikan, potensi, dan masalah yang berbeda, sehingga penyeragaman program dan sentralisasi berpotensi menjadi alat kontrol politik dan menghambat pembangunan dari desa.

Harapan dari Serikat Petani Indonesia

Berbeda dengan pandangan tersebut, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, justru optimis bahwa Kopdes Merah Putih dapat menggeser peran tengkulak dan rentenir. Ia berpendapat bahwa praktik yang selama ini dilakukan oleh tengkulak dan rentenir tidak menguntungkan bagi petani. Saragih menekankan pentingnya memberikan hak guna usaha lahan tanah di desa kepada rakyat melalui pengelolaan koperasi.

Ia juga mendorong agar Kopdes Merah Putih dapat mengajak petani dan masyarakat pedesaan untuk aktif terlibat, bukan justru dikelola oleh aparat pemerintah. Pemerintah diharapkan berperan sebagai fasilitator dan pendamping bagi koperasi-koperasi yang sudah ada, termasuk memberikan kemudahan dalam pendirian koperasi.

Daftar Poin Penting:

  • Target Pemerintah: Kopdes Merah Putih diharapkan menggantikan peran tengkulak dan rentenir.
  • Pandangan Ekonom: Butuh waktu lama, jumlah koperasi aktif masih sedikit.
  • Tantangan: Ikatan sosial-ekonomi petani dengan tengkulak, fleksibilitas pembiayaan.
  • Kritik Kebijakan: Potensi inefisiensi anggaran, penyeragaman program, kontrol politik.
  • Harapan Serikat Petani: Kopdes Merah Putih harus melibatkan petani secara aktif, pemerintah sebagai fasilitator.

Penutup

Program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih menjadi sorotan utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi dominasi tengkulak di pedesaan. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada desain kebijakan yang tepat, partisipasi aktif dari petani, dan dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah.