Dari Sales Alkes ke Gerobak Siomai: Kisah Inspiratif Isan Julian di Jatinegara
Di tengah hiruk pikuk Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, aroma gurih siomai menguar, mengundang selera para pejalan kaki. Di balik gerobak sederhana itu, berdiri Isan Julian (26), seorang pemuda asal Majalengka yang banting setir dari dunia alat kesehatan (alkes) ke bisnis kuliner.
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik dalam hidup Isan. Pekerjaannya sebagai sales laser pembuluh darah terhenti akibat sepinya permintaan. Tak ingin menyerah pada keadaan, Isan memilih untuk mengikuti jejak kampung halamannya yang mayoritas berprofesi sebagai penjual siomai.
"Dulu saya kerja sales alat kesehatan, tapi pas COVID-19 penjualan anjlok," ungkap Isan sambil cekatan melayani pembeli. Terinspirasi dari kedua kakaknya yang juga berjualan siomai di kawasan Jatinegara, Isan memulai usahanya sendiri. Ia belajar resep dan strategi berjualan dari mereka, menjadikannya modal awal untuk beradaptasi dengan dunia kuliner.
Menjajakan siomai di trotoar memang bukan tanpa risiko. Isan sadar betul akan potensi berurusan dengan Satpol PP. Namun, lokasi strategis di sekitar stasiun menjadi daya tarik tersendiri. Ia pun menerapkan strategi "kucing-kucingan" dengan petugas, memanfaatkan jam-jam lengah untuk tetap berjualan.
"Orang Majalengka kebanyakan usaha siomai, jadi saya mengikuti budaya kampung saya," jelasnya. Pengalaman bekerja sebagai penjaga parkir di hotel sebelumnya, menempa mentalnya untuk berani menghadapi tantangan.
Di usianya yang semakin matang, Isan memiliki tekad kuat untuk membangun masa depan. Hasil penjualan siomainya ia tabung untuk mewujudkan impiannya, termasuk menikah. Ia juga tengah mengembangkan inovasi produk siomai frozen food dengan harapan bisa menembus pasar luar negeri.
"Cita-cita anak muda yang belum nikah, jadi mau nikah dulu. Saya juga bikin produk siomai frozen food yang tahan 3 bulan, targetnya mudah-mudahan bisa sampai luar negeri," imbuhnya.
QRIS BRI Dongkrak Penjualan
Isan merasakan dampak positif dari penggunaan metode pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Fasilitas yang disediakan oleh BRI ini memudahkan pelanggan untuk bertransaksi tanpa uang tunai.
"Sebelumnya banyak pembeli yang nanyain QRIS, akhirnya karena Bank di sini yang dapat BRI jadi saya ke sana, 3 hari QRISnya jadi. Saya pasang di depan gerobak, alhamdulillah penjualan meningkat," ungkapnya.
Sebelumnya, Isan sudah familiar dengan aplikasi BRIMO (BRI Mobile) untuk berbagai keperluan transaksi. Namun, tingginya permintaan akan QRIS mendorongnya untuk mencetak kode QR dan memasangnya di gerobak siomainya. Kini, ia tak perlu lagi repot mengecek mutasi karena notifikasi pembayaran langsung masuk ke ponselnya.
Berkat kemudahan pembayaran digital, penjualan siomai dan batagor Isan meningkat hingga 60 porsi per hari dengan omzet rata-rata Rp 600 ribu. Penghasilan ini ia gunakan untuk menabung, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mengirimkan uang kepada orang tuanya.
Kemudahan QRIS juga dirasakan oleh pelanggan Isan, salah satunya Rosa, seorang karyawan swasta di Jatinegara. Ia mengaku sering menggunakan QRIS untuk berbagai pembayaran karena lebih praktis dan tidak perlu membawa uang tunai.
"Aku sehari-hari memang sering pakai QRIS mas, buat bayar-bayar lebih simpel aja sih, jadi nggak perlu tarik tunai sering-sering untuk jajan-jajan kayak begini cukup pakai QRIS," kata Rosa.
QRIS kini menjadi solusi pembayaran yang populer di berbagai kalangan, mulai dari pedagang kaki lima hingga pusat perbelanjaan. Hal ini membuktikan bahwa teknologi dapat membantu meningkatkan efisiensi dan kenyamanan dalam bertransaksi.