Garda Indonesia Mengancam Aksi Lebih Keras: Tuntut Regulasi dan Revisi Tarif Ojek Online
Gelombang protes dari kalangan pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat di Jakarta. Asosiasi Garda Indonesia mengumumkan rencana aksi unjuk rasa yang lebih tegas dan terkoordinasi, sebagai bentuk kekecewaan atas lambatnya respons pemerintah dan perusahaan aplikasi terhadap tuntutan mereka.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyatakan bahwa aksi yang direncanakan pada 20 Mei mendatang ini akan berbeda dari demonstrasi sebelumnya. Garda Indonesia menyerukan kepada seluruh pengemudi mitra untuk mematikan aplikasi secara serentak pada hari tersebut. Seruan ini ditujukan untuk menunjukkan solidaritas dan memaksimalkan dampak dari aksi protes tersebut.
Aksi ini merupakan puncak dari kekecewaan yang telah lama dirasakan oleh para pengemudi ojol. Igun menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan agenda ini jauh-jauh hari, bahkan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Tujuan utama dari aksi ini adalah untuk mendesak pemerintah dan perusahaan aplikasi agar lebih memperhatikan aspirasi dan keluhan para pengemudi.
Adapun tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi tersebut meliputi:
- Payung Hukum untuk Ojek Online: Para pengemudi ojol mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi yang jelas dan komprehensif untuk melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja.
- Revisi Potongan Aplikasi: Garda Indonesia menuntut agar persentase potongan yang dikenakan oleh perusahaan aplikasi diturunkan secara signifikan, dari yang semula mencapai 40 persen menjadi hanya 10 persen.
- Penghapusan Skema Tarif Murah: Para pengemudi ojol juga menolak skema tarif murah yang dianggap merugikan mereka dan mengancam kesejahteraan ekonomi mereka.
Tuntutan-tuntutan ini sebenarnya telah lama disuarakan oleh para pengemudi ojol dalam berbagai aksi demonstrasi sebelumnya. Namun, karena belum ada tindakan nyata dari pemerintah maupun perusahaan aplikasi, Garda Indonesia merasa perlu untuk mengambil langkah yang lebih tegas dan terkoordinasi.
Igun juga menyoroti bahwa aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap arogansi korporasi asing, perusahaan aplikasi, dan pihak-pihak yang dianggap sebagai antek-antek mereka. Ia bahkan menuding adanya oknum intelijen yang menjadi kaki tangan perusahaan aplikasi asing.
Aksi yang akan datang ini menandai eskalasi dalam perjuangan para pengemudi ojol untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan yang lebih baik. Dampak dari aksi ini akan sangat bergantung pada seberapa besar dukungan yang berhasil dimobilisasi dan bagaimana respons dari pemerintah dan perusahaan aplikasi.