Uskup Timika Serukan Perhatian pada Krisis Kemanusiaan yang Menimpa Masyarakat Papua dalam Homili Jumat Agung

Dalam refleksi mendalam pada perayaan Jumat Agung di Gereja Katedral Timika, Papua Tengah, Uskup Timika Mgr. Bernard Baru menyampaikan keprihatinannya yang mendalam atas krisis kemanusiaan yang terus menghantui Tanah Papua. Homili tersebut menjadi seruan bagi umat Kristiani untuk merenungkan makna Paskah di tengah penderitaan dan ketidakadilan yang dialami masyarakat setempat.

Uskup Bernard menyoroti konflik bersenjata yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Papua, yang menurutnya berakar pada kepentingan investasi dan eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali. Ia mengecam praktik kolaborasi yang melanggengkan kejahatan, menyebabkan masyarakat adat menjadi korban utama. Masyarakat adat kehilangan tanah, hak hidup, budaya, dan bahkan jalan hidup mereka. Kehadiran proyek-proyek strategis nasional (PSN) di Merauke, misalnya, mengakibatkan hilangnya dua juta hektar tanah adat atas nama pembangunan.

"Dalam sekejap masyarakat kehilangan hak hidup, ruang hidup, budaya, bahkan kehilangan jalan hidup," tegas Uskup Bernard, seraya menambahkan bahwa ribuan spesies juga terancam punah akibat perusakan lingkungan.

Uskup Bernard mempertanyakan keberanian umat Katolik dan Kristen untuk bersuara lantang terhadap ketidakadilan. Ia menantang mereka untuk meneladani Yesus Kristus yang berani menghadapi pengadilan yang tidak adil dan hukuman yang direkayasa. Umat Kristiani dipanggil untuk memikul salib dan berjuang bagi kebenaran dan keadilan.

"Kita orang Kristen harus berani memikul salib itu," serunya, memperingatkan bahwa jika mereka gagal melakukannya, mereka menjadi Yudas-Yudas baru yang ikut ambil bagian dalam penyaliban Tuhan Yesus.

Secara khusus, Uskup Bernard mengajak umat Katolik untuk mendoakan 80.000 pengungsi yang masih berada di tempat-tempat pengungsian di seluruh Papua akibat konflik investasi, konflik militer, dan konflik antara militer dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Lebih lanjut, Uskup Bernard menyerukan dialog sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dan mengakhiri kejahatan di Tanah Papua. Ia menekankan bahwa setiap orang adalah manusia bermartabat yang diciptakan menurut citra Allah, bukan manusia yang direkayasa oleh kepentingan-kepentingan duniawi, oligarki, dan penguasa.

"Mari kita berdoa, semoga Paskah tahun ini sungguh-sungguh membawa harapan baru ke depan," ajaknya, "Harapan bagi masyarakat kita di seluruh tanah Papua, agar mereka dari hari ke hari tidak dibunuh dan dirampas hak hidup mereka yang memiliki martabat sebagai manusia."

Dalam homilinya, Uskup Bernard mengajak seluruh umat Kristiani untuk merenungkan makna Paskah dan mengambil tindakan nyata untuk membela keadilan dan kemanusiaan di Tanah Papua. Seruannya menjadi pengingat bahwa iman harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.