Amerika Serikat Mengintensifkan Tekanan Terhadap Iran, Mendesak Eropa untuk Mengaktifkan Kembali Sanksi Nuklir
Gelombang tekanan kembali dilancarkan oleh Amerika Serikat terhadap Iran terkait program nuklirnya. Washington secara terbuka mendesak negara-negara Eropa untuk segera memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran, menyusul tudingan bahwa Iran telah melanggar komitmennya dalam perjanjian nuklir 2015, atau yang dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyampaikan seruan ini dengan nada tegas setelah pertemuan dengan pejabat Uni Eropa di Paris. Rubio menyatakan bahwa bukti ketidakpatuhan Iran sudah jelas dan tidak dapat diabaikan. "Mereka (negara-negara Eropa) harus segera menjatuhkan sanksi terhadap Iran karena Iran jelas tidak patuh terhadap kesepakatan saat ini," ujarnya kepada wartawan.
Kesepakatan nuklir Iran 2015, yang pernah dipandang sebagai pencapaian diplomatik penting, kini berada di ambang kehancuran. Perjanjian tersebut bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi internasional. Namun, fondasi perjanjian tersebut mulai goyah sejak Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, menarik diri dari kesepakatan tersebut pada tahun 2018. Langkah ini memicu serangkaian eskalasi dan ketegangan antara kedua negara.
Kendati sempat berusaha untuk tetap mematuhi ketentuan perjanjian, Iran secara bertahap mulai mengurangi komitmennya sebagai respons terhadap sanksi ekonomi yang diberlakukan kembali oleh AS. Upaya untuk menghidupkan kembali JCPOA melalui perundingan diplomatik telah berulang kali menemui jalan buntu, memperburuk situasi.
Rubio menegaskan kembali posisi AS yang tidak berubah, yaitu bahwa Iran harus sepenuhnya mematuhi ketentuan perjanjian atau menghadapi konsekuensi berat. "Iran tidak patuh. Sanksi harus diberlakukan kembali," tegasnya.
Di tengah kebuntuan diplomatik, AS dan Iran baru-baru ini melakukan serangkaian pembicaraan tidak langsung di Oman dalam upaya untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi untuk masalah nuklir. Pertemuan ini, yang berlangsung tanpa partisipasi negara-negara Eropa, menandakan perubahan dalam dinamika negosiasi.
Putaran kedua pembicaraan antara delegasi AS dan Iran dijadwalkan berlangsung di Roma, Italia. Hasil dari perundingan ini akan menjadi penentu penting bagi masa depan JCPOA dan stabilitas kawasan.
Terlepas dari tekanan internasional yang meningkat, Iran tetap teguh pada pendiriannya bahwa program nuklirnya sepenuhnya damai dan ditujukan untuk tujuan sipil, termasuk aplikasi medis dan energi. Pemerintah Iran secara konsisten menyatakan bahwa haknya untuk memperkaya uranium adalah tidak dapat dinegosiasikan.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menekankan kesiapan Iran untuk membangun kepercayaan mengenai kekhawatiran terkait pengayaan uranium, tetapi menegaskan bahwa prinsip pengayaan itu sendiri tidak dapat dikompromikan. Iran bersikeras bahwa mereka tidak akan menyerahkan haknya untuk mengembangkan teknologi nuklir, bahkan jika digunakan untuk tujuan non-militer.