Adaptasi Pekerja Migran Indonesia di Jepang: Tantangan Bahasa dan Kedisiplinan
Pekerja Indonesia di Jepang Hadapi Kendala Bahasa dan Disiplin
Perusahaan-perusahaan di Jepang kerap kali menyampaikan kekhawatiran terkait kinerja pekerja migran asal Indonesia (PMI). Keluhan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kendala komunikasi hingga masalah kedisiplinan yang dianggap krusial dalam budaya kerja Jepang.
Rawin, pendiri Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Harajuku, mengungkapkan bahwa pengaduan dari perusahaan Jepang mengenai PMI adalah hal yang lazim terjadi. Menurutnya, kemampuan berbahasa Jepang menjadi fondasi penting bagi pekerja, tanpa memandang bidang pekerjaan yang digeluti. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat berakibat fatal, seperti contoh sederhana mengambil alat kerja yang salah karena instruksi yang tidak dipahami.
Selain bahasa, kedisiplinan menjadi sorotan utama. Budaya Jepang sangat menjunjung tinggi ketepatan waktu dan keteraturan. Keterlambatan, sekecil apapun, dapat dianggap sebagai pelanggaran serius dan berpotensi berdampak pada kelanjutan kerja. Rawin mencontohkan kasus pekerja yang terlambat dan harus menjalani sidang, dengan ancaman pemulangan jika kesalahan serupa terulang.
LPK, sebagai lembaga pelatihan, memiliki keterbatasan dalam mengintervensi keputusan perusahaan terkait tindakan indisipliner pekerja. Namun, LPK tetap berupaya menjembatani komunikasi antara pekerja, perusahaan, dan keluarga, dengan menyampaikan informasi dan memberikan dukungan semaksimal mungkin.
Senada dengan Rawin, Bowo Kristianto, Direktur LPK Hiro Karanganyar, menyoroti permasalahan serupa. Kendala bahasa menjadi keluhan utama, dimana pekerja kesulitan memahami instruksi dan berkomunikasi dengan rekan kerja. Selain itu, perbedaan budaya juga menjadi tantangan tersendiri.
Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap wajar di Indonesia, seperti membuang sampah sembarangan atau bersikap bising, tidak dapat diterima dalam lingkungan kerja Jepang. Pekerja seringkali kesulitan beradaptasi dengan budaya Jepang yang menjunjung tinggi kebersihan, ketertiban, dan kesopanan.
Permasalahan yang kerap dihadapi:
- Kendala Bahasa: Kesulitan memahami instruksi dan berkomunikasi dengan rekan kerja.
- Kedisiplinan: Keterlambatan dan pelanggaran aturan perusahaan.
- Perbedaan Budaya: Kebiasaan yang tidak sesuai dengan norma di Jepang, seperti membuang sampah sembarangan dan bersikap bising.
Meski demikian, Rawin dan Bowo sepakat bahwa banyak juga pekerja Indonesia yang menunjukkan kinerja yang baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja di Jepang. Keberhasilan mereka menjadi bukti bahwa dengan persiapan yang matang dan kemauan untuk belajar, pekerja Indonesia dapat sukses di pasar kerja internasional.
Bowo menambahkan bahwa penting bagi para calon pekerja untuk memahami perbedaan budaya dan mempersiapkan diri dengan baik sebelum berangkat ke Jepang. Hal ini mencakup belajar bahasa Jepang, memahami etika kerja, dan membiasakan diri dengan norma-norma sosial yang berlaku di Jepang. Dengan demikian, para pekerja Indonesia dapat meminimalkan potensi masalah dan memaksimalkan peluang untuk sukses di tempat kerja.