Gugatan terhadap Presiden Prabowo atas Menteri Yandri Susanto Dinilai Kurang Dasar Hukum
Yayasan Citta Loka Taru melayangkan gugatan kepada Presiden Prabowo Subianto ke PTUN Jakarta terkait dengan tidak memberhentikannya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDT) Yandri Susanto. Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof. Juanda, berpendapat bahwa gugatan tersebut memiliki dasar hukum yang lemah.
Menurut Prof. Juanda, pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Presiden Prabowo terkait dengan kasus ini. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Lebih lanjut, Prof. Juanda menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilkada Kabupaten Serang tidak secara eksplisit memerintahkan presiden untuk memberhentikan Yandri Susanto dari jabatannya sebagai Mendes PDT. Ia menambahkan bahwa meskipun MK menilai adanya tindakan yang dianggap masif, terstruktur, dan sistematis dalam pemenangan istri Yandri Susanto di Pilkada Serang, putusan tersebut tidak serta merta mewajibkan presiden untuk melakukan pemberhentian.
Prof. Juanda juga menyoroti terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Serang. Ia menilai bahwa hasil PSU tersebut akan menjadi pembuktian apakah kemenangan pasangan calon nomor urut 2 benar-benar murni atau ada intervensi dari pihak-pihak tertentu.
"Apapun hasil dari PSU, saya berpendapat bahwa gugatan Lokataru yang mengaitkan amar putusan MK dengan perbuatan melawan hukum penguasa akibat presiden tidak memberhentikan Pak Yandri Susanto sebagai Mendes PDT sangat lemah dan sulit diterima secara hukum," ungkapnya.
Lebih lanjut, Juanda menekankan bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh presiden, diperlukan bukti yang jelas dan konkret mengenai kerugian yang dialami oleh masyarakat. Tanpa adanya bukti yang kuat, gugatan tersebut akan sulit untuk dikabulkan oleh pengadilan.
Prof. Juanda meyakini bahwa gugatan yang diajukan oleh Yayasan Citta Loka Taru tidak akan diterima oleh PTUN. Ia berpendapat bahwa jika PTUN mengabulkan gugatan tersebut, hal itu akan mereduksi dan mendegradasi wewenang atau hak prerogatif presiden yang telah diatur dalam konstitusi.