Taman Safari Indonesia Bantah Keterlibatan dalam Dugaan Pelanggaran HAM di Sirkus OCI
Taman Safari Indonesia (TSI) dengan tegas membantah tuduhan keterlibatan dalam dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikaitkan dengan Oriental Circus Indonesia (OCI). Pihak TSI menyatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan hukum maupun operasional dengan sirkus tersebut dan menyayangkan upaya pencemaran nama baik yang dialamatkan kepada mereka.
Menurut keterangan Legal & Corporate Secretary TSI, Bara Tamardi Kusno, TSI dan OCI adalah dua entitas bisnis yang sepenuhnya terpisah. OCI telah berdiri sejak tahun 1967 dan berhenti beroperasi pada tahun 1997. Sementara itu, TSI baru didirikan pada tahun 1981 dan hingga saat ini fokus pada bidang konservasi satwa. Tidak ada kerjasama bisnis atau hubungan operasional yang pernah terjalin antara kedua perusahaan ini.
Kesalahpahaman di masyarakat diduga muncul karena adanya figur Tony Sumampau yang pernah terlibat dalam kedua entitas tersebut. Namun, Bara menegaskan bahwa kesamaan pemilik atau keluarga tidak secara otomatis menghubungkan dua perusahaan secara hukum. Ia mencontohkan kasus Matahari Department Store dan Bank Nobu yang dimiliki oleh keluarga yang sama tetapi beroperasi sebagai entitas bisnis yang independen.
Bahkan, pertunjukan sirkus OCI tidak pernah diselenggarakan di kawasan Taman Safari. Hal ini semakin mempertegas bahwa tidak ada keterkaitan antara kedua perusahaan tersebut.
Somasi Rp 3,1 Miliar yang Tidak Berdasar
TSI mengungkapkan bahwa mereka sempat menerima somasi dari kuasa hukum delapan orang yang mengaku sebagai mantan anak-anak sirkus. Somasi tersebut menuntut kompensasi senilai Rp 3,1 miliar. Namun, pihak TSI tidak menemukan bukti keterlibatan langsung mereka dalam aktivitas sirkus OCI.
Setelah melakukan penelusuran, TSI tidak menemukan catatan bahwa para penggugat pernah menjadi karyawan mereka. TSI pun telah membalas somasi tersebut secara resmi, menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kasus tersebut.
Saat ini, TSI sedang mempertimbangkan langkah hukum untuk melindungi reputasi perusahaan yang merasa dirugikan oleh tuduhan yang tidak berdasar ini.
Klarifikasi dari Pihak OCI
Tony Sumampau, yang disebut-sebut sebagai sosok di balik OCI, juga memberikan klarifikasinya terkait tuduhan pelanggaran HAM. Ia menyatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan distorsi informasi dan tidak berdasar.
Tony mengungkapkan bahwa pada tahun 1997, OCI pernah diperiksa oleh Komnas HAM terkait laporan perlakuan terhadap anak-anak sirkus. Namun, pihak OCI langsung bekerja sama dengan Komnas HAM dan menjalankan seluruh rekomendasi yang diberikan. Ia mengklaim bahwa semua anak yang terlibat dalam sirkus diberikan pendidikan formal dengan menyewa guru dan mendirikan kelas. Bahkan, Komnas HAM memberikan sertifikasi pada saat itu.
Ia menyayangkan tudingan serius yang dilayangkan oleh mantan anak didiknya. Ia menganggap bahwa tindakan yang dituduhkan kepada OCI sangat tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Tony menduga bahwa ada pihak ketiga yang memprovokasi para mantan anak didiknya untuk melayangkan tuduhan tersebut.
OCI sendiri telah berhenti beroperasi sejak awal tahun 2000-an karena berbagai kendala, termasuk kesulitan mendapatkan lokasi pertunjukan dan perubahan tren hiburan masyarakat.
Imbauan TSI kepada Masyarakat
Pihak TSI mengimbau masyarakat untuk tidak mencampuradukkan nama besar lembaga konservasi satwa dengan sirkus yang sudah tidak beroperasi selama lebih dari dua dekade. Jika ingin menelusuri akar masalah, sebaiknya klarifikasi langsung diajukan kepada pihak OCI. TSI menegaskan bahwa mereka sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk tindakan hukum jika diperlukan karena nama dan reputasi mereka telah dicatut dan dirugikan.