Sindikat TPPO Gunakan Modus Baru: Jemaah Haji dan Umrah Palsu untuk Selundupkan CPMI
Sindikat TPPO Gunakan Modus Baru: Jemaah Haji dan Umrah Palsu untuk Selundupkan CPMI
Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil mengungkap praktik perdagangan orang (TPPO) dengan modus operandi baru yang mengejutkan. Sepanjang Februari 2025, otoritas bandara berhasil mencegah keberangkatan 127 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara ilegal menuju Timur Tengah, Yunani, Thailand, dan Kamboja. Modus yang digunakan sindikat ini sangat licik: menyamar sebagai jemaah haji dan umrah untuk menyelundupkan para korban ke luar negeri. Para CPMI ini diiming-imingi gaji tinggi, antara Rp 16 juta hingga Rp 30 juta per bulan, untuk pekerjaan sebagai asisten rumah tangga atau pegawai toko di berbagai negara tujuan.
Kelicikan sindikat ini terletak pada penyusupan para korban ke dalam rombongan jemaah haji dan umrah yang sah. Dengan bantuan dokumen palsu, termasuk kartu identitas Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) yang dipalsukan, pakaian seragam, buku kuning vaksin palsu, dan dokumen perjalanan lain yang dipalsukan, para korban disamarkan di antara jemaah yang sah. Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Ronald Sipayung, menjelaskan, "Mereka seolah-olah jemaah umrah yang sah, padahal sebenarnya akan bekerja di luar negeri secara ilegal." Hal ini sangat berbahaya karena para korban dapat lolos tanpa vaksinasi wajib bagi pelaku perjalanan ke Timur Tengah, meningkatkan risiko penyebaran penyakit.
Setidaknya tiga tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini. RF (31 tahun) bertanggung jawab menyediakan perlengkapan palsu untuk para CPMI, sementara S (53 tahun) dan Z (19 tahun) membantu keberangkatan dan pembagian keuntungan. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan pemalsuan buku kuning vaksin meningitis, sebuah tindakan yang sangat membahayakan kesehatan para korban dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Modus ini menunjukkan betapa canggihnya sindikat ini dalam menghindari pengawasan.
Selain modus penyusupan, sindikat ini juga memanfaatkan iming-iming gaji tinggi untuk menarik korban. Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Komisaris Yandri Mon, menambahkan bahwa pelaku menawarkan paket lengkap, termasuk pengurusan paspor, tiket pesawat, dan transportasi dari daerah asal ke bandara, untuk memikat para korban yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, terutama Brebes, Bekasi, dan Jawa Barat. Keuntungan yang diraup sindikat ini cukup besar, diperkirakan mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per korban.
Total sepuluh tersangka telah ditetapkan, dengan tujuh telah ditangkap dan tiga lainnya masih dalam pengejaran. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan, namun telah memberikan gambaran yang jelas mengenai betapa licinnya jaringan TPPO yang beroperasi di Indonesia. Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 Jo. Pasal 68 dan atau Pasal 81 Jo. Pasal 69 UU RI No.18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia serta Pasal 4 UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman penjara 3 hingga 15 tahun dan denda Rp 120 juta hingga Rp 600 juta. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat dan peningkatan kerjasama antar instansi untuk memberantas TPPO di Indonesia.
Daftar Tersangka yang telah Ditangkap: * RF (31 tahun) * S (53 tahun) * Z (19 tahun) * MF * Y * SP * MRL
Daftar Tersangka yang Masih Ditempat Buronan: * 3 orang