Aktivitas Ormas Menghambat Investasi dan Daya Saing Industri Indonesia
Aktivitas Ormas Menghambat Investasi dan Daya Saing Industri Indonesia
Industri nasional tengah menghadapi tantangan serius akibat aktivitas organisasi masyarakat (ormas) yang dinilai menghambat pertumbuhan dan daya saing. Keluhan ini mencuat dari berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha hingga pemerintah daerah. Para pelaku usaha, khususnya di sektor mebel dan kerajinan, merasakan dampak negatif yang signifikan terhadap perkembangan bisnis mereka, bahkan hingga menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara seperti Vietnam.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, mengungkapkan bahwa aktivitas ormas yang kerap mengganggu operasional perusahaan menjadi salah satu penyebab utama ketertinggalan Indonesia di sektor mebel. Ia membandingkan situasi di Indonesia dengan Vietnam, negara yang dinilai lebih kondusif untuk investasi karena minimnya gangguan dari ormas. Vietnam, yang telah mencatatkan nilai ekspor mebel mencapai 20 juta dollar AS, juga telah menarik relokasi sebanyak 630 perusahaan mebel dari China dalam 10 tahun terakhir. Keberhasilan Vietnam ini, menurut Sobur, tak lepas dari iklim investasi yang kondusif dan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang telah terjalin dengan Amerika Serikat dan Eropa. Ketiadaan FTA yang serupa di Indonesia menjadi hambatan tambahan bagi industri nasional untuk menembus pasar internasional.
Dampak Finansial yang Mengerikan
Tidak hanya sektor mebel, dampak negatif aktivitas ormas juga dirasakan oleh investor di berbagai sektor industri. Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, menyatakan bahwa aktivitas ormas telah mengakibatkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah. Kerugian ini tidak hanya mencakup biaya yang telah dikeluarkan oleh investor, tetapi juga investasi yang batal masuk ke Indonesia akibat situasi yang tidak kondusif. Para investor, yang sudah menghadapi persaingan global yang ketat dan harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti lokasi strategis dan pengadaan mesin, merasa terbebani oleh tuntutan-tuntutan tidak wajar dari ormas. Tuntutan tersebut seringkali berupa permintaan untuk menyerahkan proyek transportasi, katering, dan kebutuhan pabrik kepada pihak ormas tertentu, bahkan dengan alasan yang mengatasnamakan putra daerah. Praktik ini jelas menghambat iklim investasi dan menggerus kepercayaan investor asing.
Upaya Pemerintah dan Daerah
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui adanya masalah ini dan menyatakan tengah berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk menanganinya. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa aktivitas ormas yang menghambat investasi harus diatasi. Di tingkat daerah, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga mengambil langkah tegas dengan melarang kepala desa meminta sumbangan kepada pabrik dan menertibkan praktik-praktik premanisme yang merugikan perusahaan. Langkah-langkah ini menunjukkan adanya kesadaran dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, namun dibutuhkan upaya lebih komprehensif dan konsisten untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan meningkatkan daya saing industri Indonesia.
Wilayah Terdampak:
- Karawang
- Bekasi
- Jawa Timur
- Batam
Aktivitas ormas yang mengganggu operasional industri terjadi hampir merata di berbagai kawasan industri di Indonesia. Hal ini menjadi sinyalemen bahwa persoalan ini membutuhkan solusi yang sistematis dan terintegrasi dari berbagai pihak untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pertumbuhan industri nasional.