Penolakan Penetapan Taman Nasional Meratus: Masyarakat Adat Dayak Meratus Khawatir Kehilangan Identitas dan Sumber Kehidupan
Rencana pemerintah untuk menetapkan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan sebagai taman nasional menuai penolakan dari masyarakat adat Dayak Meratus. Mereka khawatir penetapan ini akan mengancam keberlangsungan hidup dan identitas budaya mereka.
Dalam diskusi publik yang membahas hak-hak tradisional masyarakat adat dan mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat, tokoh masyarakat adat Meratus, Harnilis, mengungkapkan bahwa Pegunungan Meratus adalah bagian integral dari kehidupan mereka. Wilayah adat yang mereka kelola selama ini telah memenuhi kebutuhan hidup mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, hingga obat-obatan dan air minum.
"Hutan bukan hanya tempat hidup kami, tapi bagian dari kehidupan itu sendiri. Jika diambil, kami kehilangan segalanya," ujar Harnilis.
Masyarakat Adat Dayak Meratus dikenal sebagai masyarakat yang cinta damai dan siap mempertahankan wilayah adat mereka dari alih fungsi menjadi kawasan konservasi negara. Mereka memiliki sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, diwariskan secara turun temurun, dengan prinsip kesetaraan dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
Rina Mardiana dari IPB University menekankan pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat melalui undang-undang. Tanpa UU Masyarakat Adat, pengakuan hak-hak mereka seringkali bersifat sektoral, lambat, diskriminatif, dan memicu konflik. Masyarakat adat adalah masyarakat otohton yang memiliki hubungan historis dan budaya yang kuat dengan wilayahnya, serta memiliki sistem hukum, sosial, dan ekonomi yang unik.
Masyarakat adat memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam secara tradisional, serta hak untuk mengatur diri sendiri. Mereka bukan merupakan bagian dari negara atau kerajaan, melainkan entitas yang berdiri sendiri dengan hak-hak yang harus dihormati.
Sebelumnya, pada September 2024, pemerintah mengumumkan rencana perubahan status Pegunungan Meratus dari Hutan Lindung menjadi Taman Nasional. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofik, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, menjelaskan bahwa inisiatif ini dilakukan karena Kalimantan Selatan adalah salah satu dari empat provinsi di Indonesia yang belum memiliki taman nasional. Selain itu, perubahan fungsi ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas pengelolaan kawasan hutan Pegunungan Meratus.
Penetapan Pegunungan Meratus sebagai taman nasional akan berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus. Mereka khawatir akan kehilangan akses terhadap sumber daya alam yang selama ini menjadi penopang hidup mereka, serta terganggunya sistem sosial dan budaya yang telah mereka lestarikan selama berabad-abad. Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut dan melibatkan masyarakat adat dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan wilayah adat mereka.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian masyarakat adat Dayak Meratus:
- Kehilangan Sumber Kehidupan: Penetapan taman nasional dapat membatasi akses masyarakat adat terhadap sumber daya alam seperti hutan, air, dan lahan pertanian, yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan mereka.
- Gangguan terhadap Budaya dan Tradisi: Perubahan status wilayah adat menjadi taman nasional dapat mengganggu praktik-praktik budaya dan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun, seperti upacara adat, sistem pertanian tradisional, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
- Hilangnya Identitas: Masyarakat adat khawatir bahwa penetapan taman nasional dapat menghilangkan identitas mereka sebagai masyarakat adat yang memiliki hubungan erat dengan wilayahnya.
- Konflik: Penetapan taman nasional tanpa melibatkan masyarakat adat secara penuh dapat memicu konflik antara masyarakat adat dan pemerintah.
Masyarakat adat Dayak Meratus berharap pemerintah dapat membuka dialog yang konstruktif dengan mereka untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dan menghormati hak-hak masyarakat adat.