Proses Kremasi Murdaya Poo di Borobudur Menuai Penolakan, Pemerintah Daerah Turun Tangan

Rencana pelaksanaan kremasi mendiang Murdaya Widyawimarta Poo, yang lebih dikenal sebagai Murdaya Poo, di Dusun Ngaran, Borobudur, Magelang, menghadapi resistensi dari warga setempat. Pemerintah Kabupaten Magelang (Pemkab) berupaya menjembatani perbedaan pendapat melalui mediasi intensif.

Penolakan warga diwujudkan dengan pemasangan spanduk-spanduk di sekitar lokasi yang direncanakan sebagai tempat kremasi. Spanduk-spanduk tersebut terpasang di perempatan Ngaran dan jalan menuju area persawahan yang sedianya akan digunakan. Hal ini menunjukkan eskalasi penolakan terhadap rencana kremasi tersebut. Salah seorang tokoh masyarakat, Utoyo, menyatakan ketidaktahuannya mengenai waktu pemasangan spanduk-spanduk tersebut. Ketika ditanya mengenai alternatif lokasi kremasi di Bukit Dagi, yang berada di kompleks Candi Borobudur, Utoyo menekankan bahwa Bukit Dagi dilindungi oleh undang-undang.

Camat Borobudur, Subiyanto, menyayangkan munculnya spanduk penolakan dan telah menginstruksikan pihak dusun untuk menurunkannya. Subiyanto menekankan pentingnya musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan permasalahan ini. Pemkab Magelang telah menggelar mediasi yang melibatkan berbagai pihak terkait di Kompleks Setda. Rapat koordinasi yang diadakan bertujuan untuk mendeteksi dini dan mencegah potensi konflik sosial di masyarakat. Pertemuan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Bupati Magelang Grengseng Pamuji beserta wakilnya, Ketua DPRD, Komandan Kodim, serta perwakilan dari Polresta dan Kejaksaan Negeri Magelang. Namun, pertemuan tersebut belum menghasilkan titik temu yang memuaskan semua pihak.

Kepala Dusun Ngaran 1 dan Ngaran 2, Maryoto, mengungkapkan alasan penolakan warga. Kekhawatiran utama adalah jika rencana ini disetujui, permintaan serupa dari kelompok lain bisa muncul. Maryoto menekankan bahwa meskipun Walubi dihormati, kremasi ini dianggap sebagai permintaan personal, bukan kepentingan umat secara luas.

Menanggapi polemik yang berkembang, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) melalui Ketua DPD Walubi Jawa Tengah, Tanto Soegito Harsono, memberikan klarifikasi. Tanto menjelaskan bahwa kremasi akan dilakukan di lahan milik Hartati Murdaya, istri Murdaya Poo, yang terletak di belakang vihara. Walubi menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk membangun krematorium permanen. Pelaksanaan kremasi ini semata-mata merupakan penghormatan terakhir bagi mendiang Murdaya Poo.