Korupsi Proyek Gerbang Rumah Dinas Bupati Lampung Timur Terungkap: Mantan Bupati Diduga Terlibat

LAMPUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam proyek pembangunan gerbang rumah dinas Bupati Lampung Timur pada tahun 2022. Kasus ini menyeret nama mantan Bupati Dawam Rahardjo yang diduga kuat melakukan intervensi dalam proses tender proyek senilai Rp 6,8 miliar tersebut.

Investigasi Kejati Lampung mengungkap bahwa kasus ini bermula dari inisiatif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur untuk membangun sebuah ikon daerah pada tahun 2021. Gagasan ini muncul setelah terinspirasi oleh keberadaan tugu ikonik di salah satu kabupaten lain di Provinsi Lampung.

Menurut keterangan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, Dawam Rahardjo kemudian menginstruksikan seorang kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berinisial M untuk merancang proyek tersebut. Proses perencanaan kemudian diserahkan kepada tersangka SWN yang menggunakan nama perusahaan lain untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Desain ikon itu sendiri dibuat oleh seorang seniman yang didatangkan dari Bali.

"Dengan menggunakan desain tersebut, SWN berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai konsultan proyek," jelas Armen dalam konferensi pers yang digelar di Kejati Lampung.

Dalam perkembangannya, MDR selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) diduga menyusun kerangka acuan kerja yang secara keliru mengkategorikan proyek tersebut sebagai pekerjaan konstruksi. Padahal, menurut Armen, proyek ini lebih tepat dikategorikan sebagai pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus seorang seniman, bukan sekadar konstruksi bangunan.

"Padahal proyek itu adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus seniman, bukan pekerjaan konstruksi," ujar Armen.

Lebih lanjut, Armen mengungkapkan bahwa Dawam Rahardjo juga diduga menitipkan sebuah perusahaan milik tersangka AGS untuk dimenangkan dalam tender proyek tersebut. Setelah proyek berjalan, ditemukan adanya indikasi mark up harga yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 3,8 miliar. Kasus ini masih terus didalami oleh Kejati Lampung untuk mengungkap pihak-pihak lain yang mungkin terlibat.