Wacana Reaktivasi Penjurusan SMA: Aspirasi Siswa Mengemuka
Wacana Reaktivasi Penjurusan SMA: Aspirasi Siswa Mengemuka
Wacana pengembalian sistem penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA) menuai beragam respons, khususnya dari kalangan siswa. Beberapa siswa SMA mengungkapkan pendapatnya terkait wacana yang berpotensi menjadi kebijakan pada tahun ajaran 2025/2026 ini.
Suara dari Cilacap, Depok, dan Malang
Lilith, seorang siswi kelas 10 di Cilacap, menyambut baik ide penjurusan kembali. Ia berpendapat bahwa penjurusan akan membantu siswa untuk lebih fokus dalam belajar. Lilith juga menyoroti potensi inefisiensi dalam sistem tanpa penjurusan, di mana siswa harus mempelajari materi yang mungkin tidak relevan dengan minat mereka. Meski demikian, ia mengusulkan agar penjurusan dimulai di kelas 11, memberikan siswa waktu untuk mengeksplorasi berbagai bidang studi di kelas 10 dan menemukan minat yang sesuai.
Ajeng, siswi kelas 11 dari Depok, sependapat dengan Lilith. Ia percaya bahwa penjurusan IPA/IPS/Bahasa memberikan landasan yang cukup bagi siswa untuk memilih jurusan yang lebih spesifik di perguruan tinggi. Ajeng juga menyoroti kesiapan guru dalam mengatur jadwal dan kombinasi pelajaran yang sesuai dengan minat siswa dalam kurikulum yang lebih fleksibel. Menurutnya, pengelompokan paket pembelajaran saat ini terkadang membingungkan dan kurang relevan.
Gabriella, siswi kelas 11 di Malang, memiliki perspektif yang berbeda. Sekolahnya baru saja menerapkan Kurikulum Merdeka setahun setelah sekolah lain. Ia merasa bahwa pengembalian penjurusan mungkin kurang cocok dalam situasi ini. Meski demikian, Gabriella mengakui bahwa ia merasa lebih nyaman dengan adanya penjurusan karena tidak perlu mempelajari banyak materi yang tidak sesuai dengan minatnya. Baginya, masa SMA adalah waktu untuk menemukan passion yang akan membimbingnya dalam memilih jurusan kuliah.
Hera, juga seorang siswi kelas 11 dari Malang, mendukung penuh reaktivasi penjurusan. Ia berpendapat bahwa penjurusan IPA/IPS/Bahasa akan membantu siswa mempersiapkan diri untuk kuliah sesuai dengan bakat, minat, dan keinginan mereka.
Tanggapan Praktisi Pendidikan
Di sisi lain, organisasi guru dan praktisi pendidikan memiliki pandangan yang beragam. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menekankan pentingnya evaluasi komprehensif terhadap dampak penghapusan penjurusan sebelum menerapkan perubahan kurikulum yang baru. Ia menyarankan agar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memberikan waktu untuk masa transisi dan evaluasi sebelum membuat kebijakan yang mengubah struktur kurikulum yang sedang berjalan.
Arif Dwi Hantoro, seorang guru matematika SMA Negeri 1 Karanganyar Kebumen, berpendapat bahwa format penjurusan IPA/IPS/Bahasa dapat diterapkan dalam kurikulum yang ada saat ini. Ia melihat penjurusan sebagai langkah penting bagi siswa untuk memfokuskan diri pada bidang studi yang mereka pilih. Arif juga menyoroti bahwa jurusan-jurusan di universitas masih cenderung terfokus pada bidang sains dan teknologi (saintek) atau sosial dan humaniora (soshum), sehingga penjurusan di SMA dapat mempermudah siswa dalam menentukan jurusan kuliah.
Arif menambahkan bahwa jika Ujian Nasional (UN) diganti dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA), penjurusan dapat menjadi materi yang diujikan, memulihkan rasa tanggung jawab dan kompetisi di antara siswa untuk mencapai hasil terbaik.