Indra Widjaja, Komut Asuransi Sinarmas, Dua Kali Absen dari Panggilan KPK Terkait Kasus Taspen

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen (Persero) tahun anggaran 2019. Salah satu saksi kunci dalam kasus ini, Komisaris Utama PT Asuransi Sinarmas, Indra Widjaja, kembali tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Ketidakhadirannya ini menambah daftar panjang kendala yang dihadapi KPK dalam mengungkap skandal yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.

Indra Widjaja sedianya diperiksa sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait aliran dana dan keterlibatannya dalam investasi bermasalah tersebut. Panggilan pertama dilayangkan pada Rabu, 12 Februari 2025, namun yang bersangkutan mangkir dengan alasan sakit. KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan pada Selasa, 15 April 2025. Namun, lagi-lagi Indra Widjaja tidak hadir tanpa memberikan alasan yang jelas.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakhadiran Indra Widjaja. "Untuk pemanggilan pertama ada konfirmasi ketidakhadiran yaitu sakit. Untuk ketidakhadiran yang terakhir, informasi dari penyidik yang bersangkutan belum memberikan alasan atau konfirmasi ketidakhadirannya," ujarnya, Jumat (18/2/2025).

Tessa menambahkan bahwa tim penyidik akan segera menentukan langkah selanjutnya terkait ketidakhadiran saksi penting ini. Opsi yang dipertimbangkan antara lain adalah pemanggilan ulang atau upaya hukum lain yang lebih tegas.

Kasus investasi fiktif PT Taspen ini telah menyeret sejumlah nama penting. Pada awal Januari 2025, KPK telah menahan mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius NS Kosasih (ANSK), dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya diduga terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 200 miliar.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa ANSK diduga melakukan penempatan dana investasi PT Taspen sebesar Rp 1 triliun pada Reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM. Akibatnya, negara mengalami kerugian setidaknya Rp 200 miliar.

KPK juga menduga adanya indikasi tindakan melawan hukum yang menguntungkan sejumlah pihak dan korporasi. Beberapa perusahaan yang disebut menerima keuntungan dari investasi bodong ini antara lain:

  • PT IIM (Rp 78 miliar)
  • PT VSI (Rp 2,2 miliar)
  • PT PS (Rp 102 juta)
  • PT SM (Rp 44 juta)

Asep menambahkan bahwa pihak-pihak yang menerima keuntungan tersebut terafiliasi dengan tersangka ANSK dan EHP. Kasus ini masih terus bergulir dan KPK berjanji akan mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, termasuk dugaan keterlibatan Indra Widjaja yang saat ini masih berstatus saksi.