DPD RI Berikan Lima Rekomendasi Strategis untuk Sinergi Pusat dan Daerah dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Senator Fahira Idris menyoroti permasalahan klasik yang kerap menghantui hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam perumusan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Kerangka Ekonomi Makro serta Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). Persoalan seperti ketidakselarasan prioritas, keterbatasan anggaran, kelambatan perencanaan, dan minimnya koordinasi antar lembaga menjadi penghambat efektivitas pembangunan nasional.
Dalam forum diskusi terarah (FGD) di Universitas Andalas, Padang, Fahira menekankan perlunya perencanaan pembangunan dan kebijakan fiskal yang lebih responsif dan inklusif. Ia berpendapat bahwa pendekatan top-down semata tidak lagi relevan, melainkan harus diimbangi dengan akomodasi terhadap prioritas lokal, sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pembangunan yang merata.
Menanggapi berbagai tantangan tersebut, Fahira mengajukan lima rekomendasi strategis yang diharapkan dapat menjembatani kesenjangan dan meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah dalam perencanaan pembangunan:
- Penguatan Sinkronisasi RKP-RKPD: Fahira menggarisbawahi pentingnya menyelaraskan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dengan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Kesenjangan antara keduanya seringkali menghambat efisiensi pembangunan. Oleh karena itu, penyusunan RKP sedini mungkin dengan melibatkan pemangku kepentingan daerah sangat krusial. Selain itu, platform digital terintegrasi pusat-daerah diperlukan untuk koordinasi dan pemantauan pembangunan secara real-time dan berbasis data.
- Penyesuaian Skema Transfer ke Daerah (TKD): Skema TKD perlu direvisi agar lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan aktual daerah. Fahira menekankan pendekatan bottom-up dalam perencanaan anggaran. Penguatan Dana Insentif Daerah (DID) yang didasarkan pada kinerja nyata dan inovasi kebijakan daerah, termasuk di bidang pelayanan publik, digitalisasi, dan pembangunan berkelanjutan, juga menjadi poin penting.
- Peningkatan Kapasitas Perencanaan Daerah: Ketimpangan kapasitas teknis antar daerah dalam menyusun perencanaan masih menjadi masalah. Program pelatihan dan pendampingan teknis yang melibatkan perguruan tinggi dan institusi riset lokal, khususnya bagi daerah dengan kapasitas terbatas, sangat diperlukan. Kolaborasi antara Bappeda dan lembaga riset juga perlu didorong untuk membangun ekosistem pengetahuan lokal dan memperkuat kebijakan berbasis bukti.
- Penajaman Proyeksi Ekonomi dan Skenario Kebijakan: Mengingat ketidakpastian global, KEM-PPKF perlu disusun dengan skenario alternatif yang mempertimbangkan risiko seperti gejolak geopolitik, perubahan iklim, dan fluktuasi harga komoditas. Proyeksi ekonomi juga harus mempertimbangkan karakteristik sektoral daerah, khususnya yang bergantung pada sektor seperti pertanian dan pariwisata, agar kebijakan fiskal lebih kontekstual dan responsif.
- Mekanisme Partisipasi Publik dalam Penyusunan KEM-PPKF: Fahira menekankan pentingnya melibatkan masyarakat sipil, akademisi, pelaku usaha, dan perwakilan daerah secara sistemik dan berkelanjutan dalam penyusunan KEM-PPKF. Masukan dari daerah harus diakomodasi secara formal dan terdokumentasi agar kebijakan fiskal nasional menjadi lebih inklusif, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan nyata masyarakat.
Rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi masukan konstruktif bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang lebih efektif dan inklusif, serta memperkuat sinergi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.