Beijing Merespons Keras Tarif Impor AS yang Meroket: Tak Goyah Hadapi Tekanan

Beijing Merespons Keras Tarif Impor AS yang Meroket: Tak Goyah Hadapi Tekanan

Pemerintah Tiongkok menunjukkan sikap tegas terhadap Amerika Serikat (AS) setelah Washington memberlakukan tarif impor yang sangat tinggi, mencapai 245 persen, untuk sejumlah produk asal Tiongkok. Melalui Kementerian Luar Negeri, Beijing menyatakan bahwa tekanan tarif ini tidak akan menggoyahkan komitmen mereka terhadap pertumbuhan ekonomi dan prinsip-prinsip perdagangan internasional.

Langkah AS ini merupakan bagian dari serangkaian kebijakan tarif yang semakin meningkatkan ketegangan perdagangan antara kedua negara. Selain tarif 245 persen, AS juga mengenakan tarif tambahan sebesar 125 persen sebagai respons terhadap kebijakan perdagangan Tiongkok, serta tarif lain yang bervariasi antara 7,5 persen hingga 100 persen pada komoditas tertentu, termasuk yang berkaitan dengan isu krisis fentanil. Pemberlakuan tarif ini merupakan kelanjutan dari pengumuman Presiden AS pada awal April 2025 yang menargetkan banyak negara, termasuk Tiongkok, dengan kebijakan serupa. Sementara negara lain diberikan penangguhan tarif selama 90 hari, Tiongkok tetap menjadi fokus utama dalam perang tarif yang semakin memanas.

Sebagai balasan, Tiongkok meningkatkan tarif terhadap produk-produk AS hingga 125 persen, sambil menegaskan bahwa negosiasi hanya mungkin terjadi jika ada rasa saling menghormati. Namun, hingga saat ini, Tiongkok belum menunjukkan keinginan untuk melanjutkan perundingan lebih lanjut. Beberapa negara memilih untuk menjalin kesepakatan perdagangan bilateral dengan AS sebagai upaya menghindari dampak negatif dari perang tarif yang berkepanjangan.

Tiongkok mengambil langkah resmi dengan mengajukan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menuduh AS melanggar aturan perdagangan internasional. Dalam keluhannya, Tiongkok menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan tarif sepihak yang diterapkan oleh Washington. Sebagai bagian dari strategi baru menghadapi tekanan perdagangan yang meningkat, Tiongkok menunjuk Li Chenggang, mantan perwakilan Tiongkok di WTO, sebagai negosiator perdagangan baru, menggantikan Wang Shouwen.

Di sisi lain, Presiden AS menyatakan menunggu panggilan dari Tiongkok untuk mencapai kesepakatan dagang. Namun, ia menekankan bahwa Tiongkok harus mengambil inisiatif pertama karena membutuhkan dana dari AS untuk memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri. Meskipun menghadapi tekanan tarif tinggi dari AS, Tiongkok tetap optimis terhadap pertumbuhan ekonominya. Wakil Direktur Biro Statistik Nasional Tiongkok menyatakan bahwa tarif dari AS tidak akan mengubah tren pertumbuhan ekonomi jangka panjang Tiongkok.

"Kami dengan tegas menolak hambatan tarif dan praktik perundungan dagang AS. Tindakan ini merugikan semua pihak, bertentangan dengan hukum ekonomi dan prinsip perdagangan dunia, serta memperlambat pemulihan ekonomi global," ujarnya.

Data terbaru dari Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,4 persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini sejalan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya, yang menunjukkan stabilitas ekonomi Tiongkok di tengah tantangan global dan tekanan dari kebijakan tarif AS. Tiongkok menyatakan akan terus fokus pada pencapaian target pembangunan yang telah ditetapkan, meskipun menghadapi tantangan eksternal yang semakin kompleks.