Presiden Prabowo Digugat ke PTUN atas Dugaan Pembiaran Menteri yang Terbukti Melanggar Etika Pilkada

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Lokataru Foundation resmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Presiden Prabowo Subianto. Gugatan ini diajukan terkait dengan dugaan pembiaran terhadap Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, yang dinilai terbukti melakukan tindakan tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Serang dan Tangerang.

Lokataru Foundation, yang didirikan oleh sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) terkemuka, termasuk Haris Azhar, menyatakan bahwa Presiden Prabowo telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memberhentikan Yandri Susanto dari jabatannya. Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menjelaskan bahwa gugatan tersebut telah teregistrasi di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 130/G/TF/2025/PTUN.JKT sejak 16 April 2025.

Gugatan ini didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang secara tegas menyatakan bahwa Yandri Susanto terbukti menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengarahkan dukungan dari kepala desa kepada calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Pilkada, serta mengandung unsur nepotisme yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.

Lokataru Foundation menekankan bahwa Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk mengangkat dan memberhentikan menteri sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Lokataru meminta majelis hakim PTUN untuk memerintahkan Presiden Prabowo segera mencopot Yandri Susanto dari jabatannya sebagai Mendes PDT dan menunjuk penggantinya yang memiliki integritas dan profesionalisme.

Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, Lokataru Foundation telah berupaya menempuh jalur administratif dengan mengirimkan sejumlah surat kepada Presiden, yaitu:

  • Surat permintaan pemberhentian pada 26 Februari 2025
  • Keberatan administratif pada 21 Maret 2025
  • Banding administratif pada 8 April 2025

Namun, menurut Delpedro Marhaen, seluruh upaya tersebut tidak mendapatkan respons dari Presiden. Ketidakaktifan Presiden dalam menyikapi pelanggaran yang dilakukan oleh menterinya ini dianggap sebagai tindakan melawan hukum oleh pejabat pemerintah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.

Lebih lanjut, Lokataru Foundation menilai bahwa tindakan Presiden yang tidak segera mencopot Yandri Susanto merupakan bentuk pembiaran atas pelanggaran hukum yang telah terbukti secara sah di pengadilan. Hal ini bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, seperti asas kecermatan dan asas kepentingan umum. Haris Azhar, kuasa hukum Lokataru Foundation, menegaskan bahwa mempertahankan menteri yang terbukti melanggar hukum sama saja dengan membiarkan pelanggaran tersebut terus berlanjut.

Gugatan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas pejabat negara dan komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum serta prinsip-prinsip demokrasi. Publik menanti bagaimana PTUN akan menyikapi gugatan ini dan apakah Presiden Prabowo akan mengambil tindakan terkait dengan status Yandri Susanto sebagai Mendes PDT.