Kesenjangan Keterampilan Hijau Ancam Target Keberlanjutan Global
Ancaman Kekurangan Tenaga Kerja Terampil Hambat Transisi Hijau Global
Percepatan transisi menuju ekonomi hijau menghadapi tantangan serius akibat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan tenaga kerja berketerampilan hijau. Laporan terbaru mengindikasikan bahwa dunia berpotensi kekurangan talenta untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan di sektor keberlanjutan, mengancam pencapaian target-target lingkungan yang telah ditetapkan.
Kekurangan tenaga kerja terampil di bidang keberlanjutan menjadi isu krusial yang dapat menghambat upaya global dalam mencapai target-target keberlanjutan. Proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2030, hampir seperlima pekerjaan hijau (green jobs) berpotensi tidak terisi karena kurangnya tenaga kerja yang kompeten.
Kesenjangan antara permintaan dan pasokan talenta hijau diperkirakan mencapai hampir 19 persen pada tahun 2030. Jika tren ini berlanjut, hanya separuh dari pekerjaan hijau di seluruh dunia yang akan terisi oleh pekerja yang memenuhi syarat pada tahun 2050. Industri perlu menggandakan pasokan talenta hijau untuk mengatasi kesenjangan ini.
Permintaan global akan tenaga kerja hijau telah meningkat secara signifikan antara tahun 2021 hingga 2024, dengan pertumbuhan mencapai 5,9 persen per tahun. Namun, pertumbuhan talenta hijau hanya sekitar 3,2 persen, menciptakan kesenjangan yang semakin lebar. Pada tahun 2024, sekitar 7,5 persen lowongan pekerjaan yang terdaftar secara global adalah pekerjaan hijau atau posisi yang membutuhkan keterampilan hijau.
Pengembangan lebih banyak tenaga kerja dengan keterampilan hijau sangat penting untuk mencapai ekonomi hijau dan masa depan yang lebih baik bagi iklim. Pencari kerja dengan keterampilan hijau memiliki peluang lebih besar untuk dipekerjakan.
Adaptasi iklim diproyeksikan menjadi kontributor terbesar ketiga bagi pertumbuhan lapangan kerja global pada tahun 2030, dengan potensi menciptakan lima juta lapangan kerja tambahan. Hal ini mendorong permintaan untuk peran seperti spesialis keberlanjutan. Antara tahun 2023 dan 2024, permintaan akan pekerja dengan keterampilan hijau di sektor teknologi, informasi, dan media meningkat sebesar 60 persen.
Di Asia, Singapura memimpin dalam pertumbuhan permintaan pekerjaan hijau, diikuti oleh Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan potensi pertumbuhan talenta hijau yang menjanjikan.
Pertumbuhan jumlah individu dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan hijau sebagian besar terkonsentrasi di negara-negara Eropa, terutama Swiss, Austria, dan Jerman. Investasi dan praktik ramah lingkungan sering dianggap sebagai pengeluaran belaka di Asia. Mengadopsi strategi hijau memberikan keuntungan bagi perusahaan, termasuk kepatuhan terhadap peraturan, daya tarik bagi pelanggan, dan pengurangan risiko bisnis di masa depan.
Permintaan akan pekerja hijau diperkirakan akan terus meningkat meskipun ada potensi gangguan dari kecerdasan buatan (AI). AI diperkirakan akan memiliki dampak terbesar pada berbagai industri, namun permintaan akan pekerjaan ramah lingkungan diperkirakan akan tumbuh secara eksponensial karena negara-negara di Asia Tenggara menerapkan pengungkapan keberlanjutan wajib bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :
- Kesenjangan keterampilan hijau mengancam target keberlanjutan global.
- Permintaan akan tenaga kerja hijau meningkat pesat, tetapi pasokan talenta tidak seimbang.
- Adaptasi iklim menciptakan peluang kerja baru.
- Asia perlu berinvestasi dalam pengembangan keterampilan hijau.
- AI tidak akan mengurangi kebutuhan akan pekerjaan ramah lingkungan.