Sidang Kasus Harun Masiku: Mantan Komisioner KPU Ungkap Peran 'Makelar'
Sidang Kasus Harun Masiku: Mantan Komisioner KPU Ungkap Peran 'Makelar'
Jakarta - Dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengungkapkan adanya pihak-pihak yang menjanjikan pengurusan PAW tersebut. Wahyu mengaku merasa kasihan terhadap Harun Masiku karena banyaknya 'makelar' yang menawarkan jasa, meskipun Wahyu menyadari bahwa permintaan tersebut tidak mungkin dipenuhi.
Pengakuan ini disampaikan Wahyu saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dalam sidang yang juga menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali keterangan Wahyu terkait pernyataannya kepada penyidik sebelumnya, di mana Wahyu menyebut merasa kasihan kepada Harun Masiku.
Menurut Wahyu, ia sempat menyampaikan kepada Ketua KPU saat itu, Arief Budiman, bahwa jika dirinya dapat berbicara langsung dengan Harun Masiku, ia akan menjelaskan bahwa permintaan PDI-P agar Harun menjadi anggota DPR RI tidak mungkin direalisasikan. Wahyu menilai, kondisi di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I tidak memungkinkan Harun untuk menjadi pengganti antar waktu.
"Karena kasihan Harun Masiku karena banyak makelar'. Maksudnya gimana banyak makelar?" tanya jaksa KPK, membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Wahyu.
Wahyu tidak memberikan jawaban yang eksplisit. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya menitipkan pesan terkait keberadaan 'makelar' tersebut kepada Arief Budiman untuk disampaikan kepada politikus PDI-P, Johan Budi, yang saat itu sedang bersama Arief dalam kunjungan kerja ke Uzbekistan. Wahyu mengaku tidak memiliki kontak langsung dengan Harun Masiku.
"Banyak makelar maksudnya apa?" tanya jaksa KPK lagi.
"Ya itu bahasa saya yang bisa ditafsirkan. Karena banyak pihak yang menemui saya. Sementara, sebenarnya tidak bisa, kan kasihan," jawab Wahyu.
Sebagai informasi, Wahyu Setiawan telah divonis bersalah dalam kasus suap terkait pengurusan PAW Harun Masiku. Ia terbukti menerima suap puluhan ribu dollar Singapura untuk meloloskan Harun menjadi anggota DPR RI, menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Dalam prosesnya, Wahyu beberapa kali bertemu dengan utusan PDI-P, seperti Saiful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina.
Hasto Kristiyanto sendiri didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap terkait upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI PAW periode 2019-2024. Ia didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Persidangan ini terus bergulir dengan mengungkap berbagai fakta baru terkait upaya yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI, termasuk dugaan keterlibatan pihak-pihak yang menawarkan jasa 'makelar'.