Dampak Kebijakan Tarif AS: Peluang Emas bagi Pariwisata Indonesia di Tengah Pelemahan Rupiah?
Kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump, ternyata tidak serta merta menjadi momok bagi sektor pariwisata Indonesia. Sebaliknya, CEO Plataran Indonesia, Yozua Makes, justru melihatnya sebagai potensi besar yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para pelaku industri pariwisata tanah air.
Dalam konferensi pers UN Tourism 37th CAP-CSA yang digelar di Jakarta pada Rabu (16/4/2025), Yozua Makes menekankan bahwa pariwisata merupakan industri yang relatif resisten terhadap dampak langsung dari kebijakan tarif. Ia berpendapat bahwa fokus utama justru harus tertuju pada upaya menghindari middle income trap.
Menurut Yozua, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar Amerika Serikat, dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Dengan rupiah yang lebih terjangkau, biaya perjalanan dan akomodasi di Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan negara lain.
"Tourism adalah industri yang tidak terefek secara langsung oleh tarif Trump. Justru yang harus kita takutkan adalah middle class (income) trap, jadi oleh karena itu, karena tidak ada tarif, mestinya kita bisa lebih berperan di situ. Itu bisa dilihat sebagai peluang, misalnya karena rupiah lebih murah, orang asing akan lebih banyak ke sini," ujar Yozua.
Namun, Yozua juga mengingatkan bahwa pemanfaatan peluang ini tidak dapat dilakukan secara parsial oleh sektor perhotelan dan restoran semata. Peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim pariwisata yang kondusif dan menarik minat wisatawan asing.
Beberapa langkah strategis yang perlu digencarkan oleh pemerintah, menurut Yozua, meliputi:
- Promosi Intensif: Pemerintah perlu meningkatkan upaya promosi pariwisata Indonesia secara global, dengan menargetkan pasar-pasar potensial di seluruh dunia.
- Penonjolan Identitas Lokal: Kekayaan budaya dan keindahan alam Indonesia merupakan aset yang tak ternilai harganya. Pemerintah perlu mempromosikan identitas lokal ini secara kreatif dan inovatif, sehingga Indonesia memiliki daya tarik yang unik dan berbeda dari negara lain, termasuk negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
- Peningkatan Konektivitas: Aksesibilitas merupakan faktor krusial dalam menarik wisatawan. Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan konektivitas antara berbagai destinasi wisata di Indonesia, baik melalui pembangunan infrastruktur transportasi maupun peningkatan layanan penerbangan dan akomodasi.
Yozua Makes menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2024, Indonesia mencatat sekitar 16 juta kunjungan wisatawan internasional, menempatkan Indonesia di posisi kelima di bawah Malaysia dan Thailand.
"Kita memiliki banyak budaya di Indonesia dan anda bisa melihat pada 2024. Saya rasa turis internasional datang ke sini sekitar 16 juta, tapi kita masih nomor 5. Kita berada di bawah Malaysia, di bawah Thailand, kita berada di bawah Malaysia. Jadi, ada banyak ruang untuk berubah," ujar dia.
Dengan strategi yang tepat dan sinergi antara pemerintah dan pelaku industri, Yozua Makes yakin bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan daya saing pariwisata dan menarik lebih banyak wisatawan mancanegara di masa depan.