Aktivitas Penambangan Liar Resahkan Universitas Mulawarman, Kerusakan Hutan Pendidikan Mengkhawatirkan
Aktivitas penambangan ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) milik Universitas Mulawarman (Unmul) memicu keprihatinan mendalam. Pihak Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan izin atau membuka peluang kerja sama kepada pihak mana pun untuk melakukan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.
Rustam, seorang dosen Fahutan Unmul, menyatakan dengan tegas, "Unmul tidak pernah memberikan izin untuk membuka kawasan hutan kami. Itu tidak mungkin." Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap temuan aktivitas penambangan ilegal yang merusak kawasan hutan yang seharusnya dilindungi untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
Investigasi awal mengarah pada indikasi keterlibatan sebuah perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di sekitar kawasan tersebut. Dugaan sementara, aktivitas penambangan liar ini memanfaatkan celah dari keberadaan IUP tersebut untuk memasuki dan melakukan eksploitasi ilegal di dalam KHDTK Unmul. Seorang mandor lapangan berinisial RK, dalam pengakuannya, menyebutkan bahwa perintah untuk melakukan aktivitas penambangan berasal dari seorang berinisial FA, yang disebut sebagai bagian dari Koperasi Serba Usaha (KSU). Namun, FA membantah keterlibatannya saat dimintai keterangan.
"RK sekarang melarikan diri, belum ditemukan. Sementara FA sudah dipanggil dan dia tidak mengaku. Dia bilang bukan dia yang menyuruh, katanya itu hanya pengakuan RK," ungkap Rustam, menggambarkan rumitnya proses penyelidikan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Bambang Arwanto, juga menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini. Ia menegaskan bahwa kasus ini sedang dalam penyelidikan intensif oleh Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup. Bambang menyesalkan perusakan kawasan hutan yang memiliki fungsi penting sebagai area pendidikan dan penelitian.
"Ini kawasan hutan dengan tujuan khusus, untuk pendidikan, yang seharusnya dijaga. Kegiatan itu berdampak besar, bahkan bisa butuh waktu 30 tahun untuk pemulihan," ujar Bambang, menyoroti dampak jangka panjang yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan ilegal tersebut.
Selain permasalahan penegakan hukum, Rustam juga menyoroti kurangnya dukungan dari pemerintah dan pihak universitas dalam menjaga KHDTK Unmul. Keterbatasan sumber daya, seperti kendaraan patroli, serta tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pendidikan, menjadi kendala dalam pengelolaan kawasan tersebut secara efektif.
"Kami tidak punya kendaraan, padahal di provinsi banyak kendaraan yang cuma parkir di kantor. Kalau bisa diperbantukan ke kami, tentu sangat membantu," kata Rustam, mengungkapkan kebutuhan mendesak akan dukungan logistik.
Rustam berharap agar kasus ini tidak hanya menjadi perhatian terbatas pada Hutan Unmul, tetapi juga menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan seluruh KHDTK di Kalimantan Timur. Ia menekankan perlunya koordinasi yang lebih baik antar instansi pemerintah dan peningkatan sumber daya untuk melindungi kawasan-kawasan hutan yang memiliki nilai penting bagi pendidikan, penelitian, dan konservasi lingkungan.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian:
- Penambangan ilegal di KHDTK Unmul
- Penolakan kerjasama dari Fahutan Unmul terkait aktivitas pertambangan
- Investigasi terhadap dugaan keterlibatan perusahaan dan individu
- Dampak kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap fungsi pendidikan
- Kurangnya dukungan sumber daya dan koordinasi dalam pengelolaan KHDTK
- Harapan untuk evaluasi menyeluruh pengelolaan KHDTK di Kalimantan Timur