Relokasi Pedagang Borobudur Berdampak pada Penurunan Drastis Pendapatan
Keresahan melanda para pedagang pasar dan pelaku UMKM di sekitar kawasan wisata Borobudur. Relokasi ke Pasar Kampung Seni Borobudur (KSB) di Dusun Kujon, Magelang, yang diharapkan membawa angin segar, justru menjadi mimpi buruk dengan penurunan omzet mencapai 83 persen.
Menurut Ketua Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB), Puguh Tri Warsono, situasi ini telah dikaji oleh Bappeda Magelang. Penurunan pendapatan pelaku wisata secara signifikan ini menjadi dampak nyata dari kebijakan yang ada. Ironisnya, sebelum relokasi, para pelaku UMKM ini berjualan di Zona 2 kawasan Borobudur dan mampu meraup penghasilan yang jauh lebih baik. Pemindahan ini awalnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang.
Kenyataannya, pendapatan mereka kini merosot tajam. Jika sebelumnya mereka bisa mengantongi Rp 100.000 hingga Rp 500.000 per hari, bahkan mencapai Rp 1 juta saat musim liburan, kini mereka hanya mendapatkan sekitar Rp 4.000 per hari atau Rp 50.000 per minggu.
Puguh menjelaskan bahwa sepinya pengunjung ke KSB disebabkan oleh akses yang kurang memadai dari Zona 2. Awalnya, relokasi ini disepakati oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi, Pemda, dan PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, dengan tujuan menertibkan kawasan.
Namun, setelah pedagang dipindahkan, muncul kejanggalan baru. Di Zona 2 Candi Borobudur, justru dibangun restoran dan toko oleh-oleh yang diduga milik investor besar. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keberpihakan kebijakan.
"Setelah pedagang dipindahkan ke Kampung Seni Kujon, malah di Zona 2 dibangun usaha besar yang menjual makanan, minuman, oleh-oleh, dan souvenir yang sebelumnya dijual oleh UMKM. Ini adalah paradoks kebijakan yang terjadi," ujar Puguh dengan nada kecewa.
FMBB mengusulkan solusi konkret, yaitu pihak pengelola wisata memberikan tiket sekaligus voucher untuk menarik pengunjung berbelanja di KSB. Voucher dengan nominal Rp 10.000 hingga Rp 20.000 dinilai cukup efektif untuk menarik wisatawan.
"Dengan cara ini, para pedagang yang kini hanya menghasilkan Rp 2.000 - Rp 4.000 per hari bisa mulai mendapatkan penghasilan yang lebih layak. Ini sudah seperti sistem koperasi," jelas Puguh.
FMBB sebelumnya telah menggelar audiensi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menyampaikan protes terhadap konflik pengelolaan Borobudur yang belum terselesaikan. Dalam pertemuan tersebut, FMBB menyampaikan tujuh tuntutan, termasuk penyelesaian konflik pasar di KSB dan perlindungan dari Pemprov Jateng.
Berikut adalah tujuh tuntutan yang diajukan FMBB:
- Penyelesaian konflik pengelolaan pasar di Kampung Seni Borobudur (KSB).
- Perlindungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
- Evaluasi terhadap kebijakan relokasi pedagang.
- Peningkatan aksesibilitas menuju KSB.
- Peninjauan kembali izin pembangunan usaha besar di Zona 2.
- Pemberdayaan UMKM lokal.
- Transparansi dalam pengelolaan kawasan Borobudur.
Para pedagang berharap agar pemerintah dan pihak terkait segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan ini dan mengembalikan kejayaan ekonomi mereka di kawasan Borobudur.