KPK Konfirmasi Status Motor Sitaan Ridwan Kamil: Belum Ditarik ke Rupbasan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan klarifikasi terkait status motor Royal Enfield yang disita dari kediaman mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), terkait kasus dugaan korupsi di Bank Jabar Banten (BJB). Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa kendaraan tersebut masih berada dalam penguasaan RK dengan status pinjam pakai.
"Kendaraan yang disita tersebut masih dalam status pinjam pakai kepada yang bersangkutan. Belum ada pemindahan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan)," jelas Tessa di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (16/4/2025).
Tessa menjelaskan bahwa izin pinjam pakai tersebut diberikan dengan persyaratan ketat. RK berkewajiban untuk menjaga kondisi motor, tidak memindahtangankan, dan tidak menjualnya. Persyaratan ini bertujuan untuk memastikan nilai aset tetap utuh hingga proses hukum selesai.
"Persyaratan utama adalah tidak boleh mengubah bentuk, memindahtangankan, atau menjual. Tujuannya agar nilai aset tetap terjaga saat dialihkan lokasinya," tegasnya.
Pelanggaran terhadap persyaratan tersebut akan dikenakan sanksi tegas, termasuk penerapan pasal terkait upaya menghalangi penyidikan. KPK juga berhak menuntut penggantian kerugian jika terjadi penurunan nilai aset.
"Pelanggaran dapat berujung pada penerapan Pasal 21 KUHP tentang menghalangi penyidikan. Selain itu, RK juga dapat dimintai pertanggungjawaban untuk mengganti kerugian sesuai nilai kendaraan saat ini," imbuh Tessa.
Sebelumnya, KPK menyita motor tersebut saat menggeledah rumah RK pada Maret 2025. Penyitaan merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi di BJB yang menyeret sejumlah pihak sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya juga mengkonfirmasi penyitaan motor tersebut. Meskipun awalnya tidak hafal mereknya, ia memastikan bahwa kendaraan tersebut merupakan salah satu barang bukti penting dalam kasus ini.
Dalam kasus BJB ini, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni:
- Yuddy Renaldi (mantan Direktur Utama Bank BJB)
- Widi Hartono (Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB)
- Ikin Asikin Dulmanan (pihak swasta)
- Suhendrik (pihak swasta)
- R Sophan Jaya Kusuma (pihak swasta)
Kelimanya diduga melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 222 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk memenuhi kebutuhan non-budgeter. Saat ini, para tersangka belum ditahan, namun KPK telah mengajukan pencekalan ke luar negeri selama enam bulan untuk kepentingan penyidikan.