Protes Nelayan Terhadap Kewajiban Pemasangan VMS: Antara Beban Ekonomi dan Pengawasan Maritim

KKP Tegaskan Pentingnya VMS Meski Ditolak Nelayan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespons aksi penolakan nelayan terhadap kebijakan wajib pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) pada kapal penangkapan ikan. Penolakan ini muncul akibat tingginya biaya perangkat dan langganan sinyal yang dinilai memberatkan operasional nelayan.

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai bentuk dukungan. Subsidi ini mencapai Rp20 juta per kapal untuk sekali melaut yang bisa berlangsung hingga sebulan. Menurutnya, nilai subsidi BBM jauh lebih besar dibandingkan biaya pemasangan VMS yang berkisar Rp10 juta untuk tahun pertama dan Rp4,5 juta untuk biaya langganan tahun berikutnya.

Manfaat VMS yang Sering Diabaikan

  • Pengawasan dan Keamanan: VMS memungkinkan pemantauan posisi kapal secara real-time, mengurangi risiko kecelakaan di laut.
  • Transparansi: Sistem ini membantu mencegah praktik penangkapan ikan ilegal yang merugikan ekosistem laut.
  • Efisiensi Subsidi: Pemerintah menilai nelayan telah mendapat manfaat besar dari subsidi BBM, sehingga kewajiban VMS dinilai proporsional.

Ipung menyayangkan kurangnya pemahaman nelayan akan urgensi VMS, bahkan menduga penolakan muncul karena keengganan untuk diawasi. Padahal, sosialisasi telah dilakukan sejak lama. Kebijakan ini sebenarnya sudah ditunda sejak 2023 atas permintaan nelayan, dengan alasan ketidaksiapan finansial. Namun, KKP menilai penundaan berulang menunjukkan sikap tidak mau beradaptasi dengan regulasi.

"Jika nelayan menabung Rp500 ribu per bulan sejak 2023, dana untuk VMS sudah terkumpul. Ini lebih soal kesadaran menjaga laut daripada kemampuan finansial," tegas Ipung.