Dinamika Pencari Kerja di Jakarta: Tantangan, Peluang, dan Alternatif di Tengah Persaingan Ketat

Jakarta - Gelaran Jakarta Job Fair yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada pertengahan April 2025 menjadi sorotan bagi ribuan pencari kerja yang berharap mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik. Acara yang digelar di Gelanggang Mahasiswa Universitas Trisakti ini tidak hanya menjadi ajang rekrutmen, tetapi juga memantik berbagai cerita menarik dari para peserta yang menghadapi beragam tantangan dalam mencari pekerjaan.

Fleksibilitas dan Adaptabilitas Pencari Kerja

Beberapa peserta job fair menunjukkan sikap terbuka terhadap berbagai jenis pekerjaan, meskipun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Nova (24) dan Caca (23), misalnya, mengaku siap bekerja di bidang apa pun asalkan ada peluang untuk berkembang. "Saya terbuka untuk lintas sektor selama ada kesempatan belajar dan sesuai dengan passion," ujar Nova. Sikap serupa ditunjukkan oleh Niko (30), yang meski telah memiliki pengalaman kerja bertahun-tahun, tetap bersedia mengambil posisi baru demi stabilitas karir.

Hambatan dalam Proses Rekrutmen

  • Batas Usia: Niko mengeluhkan syarat batas usia yang kerap menjadi penghalang, terutama bagi mereka yang telah berusia di atas 25 tahun.
  • Kurangnya Feedback: Caca menyoroti minimnya umpan balik dari perusahaan setelah proses lamaran, yang menyulitkan pencari kerja untuk mengevaluasi diri.
  • Persaingan Ketat: Nova menambahkan, bahkan posisi magang pun sulit didapat karena persaingan yang tinggi dan preferensi perusahaan terhadap kandidat yang lebih muda.

Peluang Kerja di Luar Negeri

Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, menyebutkan adanya kuota besar untuk tenaga kerja Indonesia di Jepang, Taiwan, Jerman, dan Belanda. Informasi ini menarik minat beberapa peserta, seperti Niko dan Jaya, yang melihat peluang kerja di luar negeri lebih menjanjikan. "Persyaratannya lebih sederhana dibandingkan di Indonesia," kata Niko. Namun, tidak semua peserta tertarik. Rifki (24) lebih memilih bekerja di dalam negeri agar tetap dekat dengan keluarga.

Alternatif di Luar Pekerjaan Formal

  • Bisnis Mandiri: Rifki dan Nova mempertimbangkan untuk membuka usaha sendiri, meski masih ragu dengan risiko yang ada.
  • Freelance: Niko dan Jaya sempat mencoba pekerjaan lepas, tetapi menghadapi tantangan seperti persaingan global dan penurunan proyek. "Bekerja freelance itu seperti berjudi," ujar Jaya, yang juga berprofesi sebagai pengemudi ojek online.

Tantangan Pekerja Freelance

Niko mengungkapkan kesulitan yang dihadapi sebagai freelancer, termasuk stigma negatif dari keluarga dan persaingan dengan pekerja dari negara lain. "Mereka mengira saya tidak bekerja karena hanya duduk di depan laptop," katanya. Dengan munculnya teknologi AI, proyek yang biasa ditangani Niko semakin berkurang, mendorongnya untuk mencari pekerjaan formal yang lebih stabil.