Praktik Penahanan Ijazah Karyawan: Eksploitasi Terselubung dalam Dunia Ketenagakerjaan

Surabaya – Fenomena penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan terus menjadi sorotan sebagai bentuk eksploitasi terselubung yang menggerogoti hak-hak pekerja. Praktik ini tidak hanya merugikan tenaga kerja secara individual, tetapi juga mencerminkan ketimpangan struktural dalam hubungan industrial di Indonesia.

Menurut analisis pakar sosiologi kebijakan publik, penahanan dokumen pendidikan seperti ijazah sering kali digunakan sebagai alat untuk membungkam aspirasi pekerja. "Ini adalah strategi untuk melemahkan posisi tawar buruh," ungkap seorang ahli yang enggan disebutkan namanya. Tanpa dokumen penting tersebut, pekerja kesulitan mencari lapangan pekerjaan baru, sehingga terpaksa bertahan dalam kondisi kerja yang tidak ideal.

Dampak dari praktik ini meliputi: - Membatasi mobilitas karir pekerja - Memperpanjang ketergantungan pada perusahaan - Mendorong peralihan ke sektor informal bagi yang tak mampu menebus ijazah

Secara hukum, praktik ini berada dalam area abu-abu. Meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak secara eksplisit melarangnya, banyak pakar menilai ini merupakan bentuk eksploitasi yang memanfaatkan kerentanan pekerja. "Ketidakjelasan regulasi justru dimanfaatkan perusahaan untuk mempertahankan kontrol," tambah sumber tersebut.

Peran pemerintah daerah sebagai mediator juga sering dipertanyakan. Dalam banyak kasus, intervensi pemerintah cenderung bersifat temporer dan populis, tanpa menyentuh akar masalah. Solusi berkelanjutan membutuhkan: - Payung hukum yang tegas tentang kepemilikan dokumen pekerja - Mekanisme pengaduan yang efektif - Peningkatan pengawasan terhadap praktik rekrutmen

Tanpa perubahan sistemik, praktik eksploitatif ini diperkirakan akan terus berlanjut, memperpanjang rantai ketidakadilan dalam dunia kerja.