Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangsel Jadi Tersangka dalam Kasus Pembuangan Sampah Ilegal

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah menetapkan Wahyunoto Lukman, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), sebagai tersangka dalam kasus pengelolaan dan pengangkutan sampah ilegal pada tahun 2024. Nilai proyek yang diduga dikorupsi mencapai Rp75,9 miliar. Dugaan utama dalam kasus ini adalah pembuangan sampah ke lokasi-lokasi ilegal di sejumlah wilayah, termasuk Tangerang, Bogor, dan Bekasi.

Menurut keterangan Kepala Seksi Penyidikan Kejati Banten, Himawan, sampah dari Tangsel dibuang ke lahan-lahan milik perorangan tanpa pengelolaan yang memadai. Beberapa lokasi yang disebutkan antara lain:

  • Desa Cibodas dan Desa Sukasari di Rumpin, Kabupaten Bogor
  • Desa Gintung dan Desa Jatiwaringin di Kabupaten Tangerang
  • Cilincing, Kabupaten Bekasi

"Lahan-lahan tersebut bukan milik pemerintah, melainkan milik pribadi yang disewakan untuk pembuangan sampah ilegal," jelas Himawan. Praktik ini dinilai melanggar aturan karena menggunakan sistem open dumping tanpa pengolahan lebih lanjut, padahal metode tersebut telah dilarang berdasarkan peraturan menteri.

Warga sekitar lokasi pembuangan sampah ilegal juga telah mengeluhkan dampak negatif yang ditimbulkan, seperti pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Selain itu, lokasi-lokasi tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) yang diatur dalam perundang-undangan.

Dalam kasus ini, Wahyunoto diduga bekerja sama dengan mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Tangsel, Zeki Yamani, untuk menentukan lokasi pembuangan yang tidak sesuai kontrak. Kejati Banten berencana memanggil Zeki sebagai saksi dan tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka tambahan.

Sebelumnya, Kejati Banten juga telah menahan seorang direktur PT EPP berinisial SYM yang diduga bersekongkol dengan Wahyunoto dalam proyek ini. PT EPP disebut tidak memiliki kompetensi dan fasilitas yang memadai untuk pengelolaan sampah, meskipun telah mengantongi izin Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Proyek senilai Rp75,9 miliar ini terbagi menjadi Rp50,7 miliar untuk jasa pengangkutan dan Rp25,2 miliar untuk jasa pengelolaan sampah.