Kisah Pilu Mantan Pemain Sirkus: Deretan Kekerasan dan Eksploitasi yang Tak Terungkap
Jakarta – Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkap deretan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun di bawah tekanan dan kekerasan. Kisah-kisah memilukan ini disampaikan langsung kepada Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, dalam sebuah pertemuan yang digelar untuk mendengar suara korban.
Salah satu korban, Butet, menceritakan bagaimana ia mengalami kekerasan fisik selama menjadi pemain sirkus. "Saya sering dipukuli jika performa saya dianggap tidak memuaskan. Pernah saya dirantai dengan rantai gajah, bahkan untuk sekadar buang air pun saya kesulitan," ujarnya dengan suara bergetar. Butet juga mengungkap bahwa ia dipaksa tampil meski sedang hamil dan dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan. "Saya tidak bisa menyusui anak saya. Hidup saya benar-benar dirampas," tambahnya.
- Kekerasan fisik: Pemain sering dipukul dan dirantai.
- Eksploitasi: Dipaksa tampil meski dalam kondisi hamil.
- Pemisahan paksa: Anak-anak diambil dari orang tua mereka.
Fifi, anak Butet, juga mengalami nasib serupa. Sejak lahir, ia dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa tahu identitas orang tuanya. "Saya baru tahu Butet adalah ibu saya setelah dewasa," kata Fifi. Ia sempat kabur karena tidak tahan dengan siksaan, termasuk disetrum dan dikurung di kandang macan. "Saya diseret, disetrum, dan dipasung. Itu adalah mimpi buruk," kenangnya.
Ida, korban lainnya, bercerita tentang kecelakaan serius yang dialaminya saat tampil di Lampung. "Saya jatuh dari ketinggian, tapi tidak langsung dibawa ke rumah sakit. Pinggang saya bengkak sebelum akhirnya dioperasi di Jakarta," ujarnya. Kini, Ida harus menggunakan kursi roda akibat cedera tersebut.
Kuasa hukum korban, Muhammad Soleh, mendesak pemerintah untuk segera membentuk tim pencari fakta. "Masih banyak korban lain yang terjebak di Taman Safari. Mereka perlu dibebaskan dan diberikan keadilan," tegasnya. Soleh juga menyayangkan sikap Taman Safari yang dinilai tidak kooperatif dalam mengakui pelanggaran HAM yang terjadi.
Wakil Menteri HAM Mugiyanto menyatakan, testimoni korban menunjukkan pelanggaran hak asasi yang serius. "Identitas mereka dirampas, dan mereka mengalami kekerasan sistematis. Ini harus diusut tuntas," katanya. Mugiyanto berjanji akan mengambil langkah cepat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Di sisi lain, Taman Safari Indonesia membantah keterlibatan mereka dalam kasus ini. "Ini adalah masalah individu dan tidak ada kaitannya dengan kami secara kelembagaan," tegas Finky Santika, Head of Media and Digital Taman Safari Indonesia Group. Mereka menegaskan komitmen untuk menjalankan bisnis dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan meminta masyarakat tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak jelas.