Banjir Jakarta Selatan Lumpuhkan SDN 22 Pejaten Timur Pagi, Siswa Belajar di Lantai

Banjir Jakarta Selatan Lumpuhkan SDN 22 Pejaten Timur Pagi, Siswa Belajar di Lantai

Bencana banjir yang melanda Jakarta Selatan pada awal Maret 2025 mengakibatkan dampak signifikan terhadap kegiatan belajar mengajar di SDN 22 Pejaten Timur Pagi. Akibat genangan air yang mencapai ketinggian dua hingga empat meter, sekolah tersebut terendam dan terpaksa menggelar kegiatan belajar mengajar di lantai pada Kamis, 6 Maret 2025. Kondisi ini terjadi setelah sekolah tersebut terendam banjir selama tiga hari, dari Senin hingga Rabu, mengakibatkan kerusakan signifikan pada sarana dan prasarana sekolah.

Kepala Sekolah SDN 22 Pejaten Timur Pagi, Poniman, menjelaskan bahwa meskipun sekolah telah kembali dibuka setelah libur awal Ramadhan, hanya 95 dari total 170 siswa yang hadir. Minimnya kehadiran siswa disebabkan beberapa faktor. Pertama, kerusakan yang diakibatkan banjir membuat kondisi sekolah belum kondusif untuk kegiatan belajar mengajar yang optimal. Kursi, meja, dan lantai masih dalam proses pembersihan, sementara sekolah juga difungsikan sebagai tempat penampungan barang-barang milik warga yang menjadi korban banjir. Kedua, kebanyakan buku pelajaran dan alat tulis siswa terendam banjir dan tidak dapat digunakan. "Alat tulis dan buku pelajaran yang dipinjamkan di sekolah pun habis terkena banjir. Jadi, anak tadi hadir, ya hadir aja," ujar Poniman dalam keterangannya.

Meskipun kondisi sekolah jauh dari ideal, Poniman menegaskan bahwa pembelajaran tetap dilakukan, walau tidak efektif. Aktivitas belajar lebih difokuskan pada silaturahmi antar siswa dan guru, serta memberikan motivasi kepada mereka di tengah situasi yang sulit. Pihak sekolah juga memutuskan untuk tidak memberlakukan belajar dari rumah (BDR) karena dirasa tidak akan efektif, terutama bagi siswa yang rumahnya rusak atau kehilangan buku pelajaran akibat banjir.

Kondisi ini semakin diperparah dengan dampak luas banjir di Kelurahan Pejaten Timur, yang mencatat 1.173 Kartu Keluarga (KK) atau 3.599 jiwa terdampak. Banyak warga kehilangan tempat tinggal dan harta benda, termasuk buku-buku pelajaran anak-anak sekolah. SDN 22 Pejaten Timur Pagi sendiri, selain terdampak secara fisik, juga mengalami kendala dalam proses pembelajaran akibat kerusakan yang terjadi dan minimnya kehadiran siswa.

Jam belajar sekolah pun terpaksa dipersingkat. Siswa kelas satu dan dua belajar dari pukul 06.00 hingga 09.20 WIB, sedangkan siswa kelas tiga hingga enam pulang pukul 10.20 WIB. Kejadian ini menyoroti pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan perlunya dukungan pemerintah dan masyarakat untuk membantu memulihkan kondisi sekolah dan memberikan bantuan kepada para siswa yang terdampak.

Situasi ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi sekolah-sekolah yang terdampak bencana alam. Selain kerusakan fisik, dampak psikis pada siswa juga perlu mendapat perhatian serius. Ketahanan dan resiliensi siswa dan sekolah dalam menghadapi bencana menjadi perhatian penting untuk pemulihan pasca bencana.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Hanya 95 dari 170 siswa yang hadir di sekolah.
  • Sarana dan prasarana sekolah rusak akibat banjir.
  • Buku dan alat tulis siswa banyak yang rusak.
  • Sekolah juga digunakan sebagai tempat penampungan barang korban banjir.
  • Pembelajaran tidak efektif karena kondisi sekolah yang belum pulih.
  • Tidak memberlakukan belajar dari rumah karena dinilai kurang efektif.
  • 1.173 KK dan 3.599 jiwa terdampak banjir di Kelurahan Pejaten Timur.
  • Siswa belajar di lantai.

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan perlunya upaya pemulihan yang komprehensif, baik secara fisik maupun psikis bagi para korban, khususnya para siswa dan sekolah yang terdampak.