Nelayan Muara Angke Protes Kebijakan KKP yang Dinilai Memberatkan

Jakarta – Kelompok nelayan tradisional dari Muara Angke, Jakarta Utara, menyuarakan penolakan terhadap tiga kebijakan terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dianggap memberatkan mata pencaharian mereka. Aksi protes digelar di kawasan Pengedokan Kapal pada Senin (14/4/2025), dengan tuntutan agar pemerintah meninjau ulang regulasi tersebut.

Para nelayan mengeluhkan biaya tinggi yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS). Alat pemantau kapal ini dihargai sekitar Rp16 juta per unit, suatu angka yang sulit terjangkau bagi nelayan kecil. "Kami sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kini ditambah beban baru," ujar Saefudin, salah satu peserta aksi.

Selain itu, kebijakan pembatasan zona tangkapan ikan menuai kritik. Nelayan hanya diizinkan beroperasi di Wilayah 711 (Selat Karimata, Laut Natuna, Laut China Selatan) atau Wilayah 712 (Laut Jawa). Pelanggaran aturan ini berisiko denda ratusan juta rupiah, sementara hasil tangkapan seringkali tidak menutupi biaya operasional. "Ongkos melaut bisa Rp500 juta, pendapatan cuma Rp300 juta. Bagaimana kami bayar ABK?" tambah Saefudin.

Protes juga menyasar larangan penggunaan rumpon, alat bantu penangkapan ikan yang selama ini menjadi andalan. Menurut nelayan, rumpon tidak merusak ekosistem dan justru meningkatkan efisiensi tangkapan. "Tanpa rumpon, banyak kawan-kawan di Kepulauan Seribu yang akan kehilangan penghasilan," tegasnya.