Tingginya Gugatan Cerai di Lhokseumawe: KDRT dan Konflik Rumah Tangga Jadi Pemicu Utama

Lhokseumawe – Selama tiga bulan pertama tahun 2025, Pengadilan Syariah Lhokseumawe mencatat sebanyak 72 kasus gugatan cerai yang diajukan oleh para istri terhadap suami mereka. Data ini mengungkap tren yang mengkhawatirkan terkait disintegrasi keluarga di wilayah tersebut.

Fauzi, Panitera Mahkamah Syariah Lhokseumawe, mengonfirmasi bahwa mayoritas gugatan cerai tersebut dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan domestik yang kompleks. Di antara faktor dominan adalah:

  • Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
  • Konflik berkepanjangan antar pasangan
  • Ketidakstabilan ekonomi keluarga
  • Pengabaian tanggung jawab sebagai suami
  • Kebiasaan konsumsi minuman keras
  • Keterlibatan dalam masalah hukum

Dari total kasus yang tercatat, sekitar 56 perkara telah memperoleh putusan pengadilan, sementara sisanya masih dalam tahap persidangan. Selain itu, terdapat 21 kasus cerai talak yang diajukan suami, dengan 16 di antaranya telah diselesaikan.

Fenomena ini semakin menguatkan fakta bahwa angka perceraian di Lhokseumawe terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Menanggapi hal ini, Fauzi menyerukan pentingnya komitmen bersama untuk mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Ia juga menekankan perlunya edukasi pranikah yang komprehensif guna mencegah pernikahan dini yang rentan berujung pada perceraian.

Upaya penanganan masalah ini memerlukan kolaborasi multisektoral. Fauzi menyoroti peran strategis Kementerian Agama melalui program bimbingan pranikah, serta kontribusi pemerintah daerah dalam sosialisasi hukum keluarga. Partisipasi aktif tokoh masyarakat dan ulama juga dinilai krusial untuk menekan laju perceraian di wilayah tersebut.