Nelayan Muara Angke Terhimpit Aturan Zona Penangkapan Ikan

Jakarta – Nelayan tradisional di Muara Angke, Jakarta Utara, menghadapi tantangan serius akibat penerapan sistem zonasi penangkapan ikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kebijakan ini membatasi area melaut mereka hanya di dua zona: Wilayah 711 (Selat Karimata, Laut Natuna, Laut China Selatan) atau Wilayah 712 (Laut Jawa). Padahal, sebelumnya nelayan bisa mencari ikan di berbagai lokasi tanpa batasan ketat.

Menurut Nunung (60), Pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) sekaligus Ketua RW 21 Pluit, aturan ini telah berlaku sejak 2023 dan berdampak signifikan pada pendapatan nelayan. "Jika memilih zona 711, hasil tangkapan harus dijual di lokasi tersebut dengan harga lebih rendah. Sementara biaya operasional tetap tinggi," ujarnya. Ia mencontohkan, lima kapal yang diberangkatkan dengan biaya Rp 300 juta per kapal hanya menghasilkan kurang dari Rp 1 miliar, jauh di bawah potensi sebelumnya yang mencapai Rp 500-600 juta per kapal.

Dampak Kebijakan Zonasi: - Pembatasan Area Tangkap: Nelayan tidak bisa berpindah zona meski ada potensi ikan lebih besar. - Harga Jual Rendah: Hasil tangkapan di zona 711 dijual dengan harga di bawah pasar Jakarta. - Biaya Operasional Tinggi: Biaya logistik dan bahan bakar tidak sebanding dengan pendapatan.

Nelayan mendesak KKP mencabut aturan zonasi agar mereka bisa kembali melaut secara fleksibel. "Kami butuh kebebasan agar tidak terus merugi," tegas Nunung.