Konflik Desa Adat Sudaji: Warga Tuntut Kepala Desa Mundur Akibat Intervensi dan Dugaan Penyelewengan Dana

Konflik Desa Adat Sudaji: Warga Tuntut Kepala Desa Mundur Akibat Intervensi dan Dugaan Penyelewengan Dana

Pada Kamis, 6 Maret 2025, ratusan warga Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, menggelar demonstrasi di depan kantor kepala desa. Aksi ini dilatarbelakangi oleh keresahan mendalam atas dugaan intervensi kepala desa terhadap urusan adat desa dan penyelewengan dana bantuan keuangan khusus (BKK). Para demonstran menyampaikan tuntutan tegas: kepala desa harus mundur dari jabatannya. Aksi tersebut diwarnai orasi-orasi berapi-api dan spanduk-spanduk yang mencantumkan berbagai tuntutan warga.

Gede Arta Yasa, salah satu perwakilan warga, menjelaskan bahwa intervensi kepala desa terhadap pengelolaan desa adat telah berlangsung cukup lama dan menimbulkan intimidasi terhadap para pengurus adat. Ia menuding kepala desa berupaya untuk menguasai Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sudaji yang memiliki aset cukup besar. "Dia (kepala desa) ingin menguasai desa adat dan dinas. Kenapa desa adat dilirik? Kemungkinan karena ada LPD dengan aset cukup besar," ujar Yasa. Lebih lanjut, Yasa menuturkan bahwa kegiatan-kegiatan adat kerap diganggu oleh sekelompok orang yang berjumlah sekitar 15 orang dan diduga berafiliasi dengan kepala desa. Kelompok ini bahkan sampai mengintimidasi para pemimpin adat yang telah sah secara hukum melalui Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali. Puncak kekecewaan warga memuncak setelah salah satu pengurus adat dilaporkan mendapat cacian dari individu yang diduga berafiliasi dengan kepala desa di Pura Desa. Kejadian ini menjadi pemicu utama aksi demonstrasi besar-besaran tersebut.

Selain intervensi terhadap urusan adat, warga juga menuduh kepala desa melakukan penyelewengan dana BKK senilai Rp 1 miliar. Sebagai bentuk upaya hukum, warga berencana mengirimkan surat resmi kepada Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra, dengan tembusan kepada pihak kejaksaan dan kepolisian untuk meminta penyelidikan atas dugaan penyelewengan tersebut. "Tuntutan masyarakat seperti ini saya pikir tidak bisa dibiarkan, harus segera dieksekusi," tegas Yasa. Surat tersebut akan disertai dengan petisi yang ditandatangani oleh warga Desa Sudaji sebagai bukti dukungan terhadap tuntutan tersebut.

Menanggapi tuntutan tersebut, Kepala Desa Sudaji, I Made Ngurah Fajar Kurnia, menyatakan bahwa keterlibatan kepala desa dalam permasalahan adat didasarkan pada aturan adat setempat, peraturan gubernur, dan koordinasi dengan MDA Bali. Ia menjelaskan bahwa upaya mediasi telah dilakukan dengan melibatkan Babinsa, Babinkamtibmas, Pecalang, Hansip, dan tokoh masyarakat. Namun, menurutnya, pihak pengurus adat tidak hadir dalam mediasi tersebut. Fajar mengaku siap meminta maaf atas insiden yang terjadi dan menyatakan kesiapannya untuk tidak lagi mencampuri urusan adat desa. Ia menjelaskan permasalahan ini bermula sejak tahun 2024, setelah kepala desa adat Sudaji meninggal dunia.

Konflik ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara pemerintahan desa dan adat di Bali, serta pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Proses penyelesaian kasus ini diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga bagi pemerintah desa lainnya dalam menjaga harmoni dan keadilan di masyarakat.