Proyek Pagar Laut Diduga Melanggar UU Tipikor: Unsur Suap dan Kerugian Negara Terungkap
Tangerang — Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman, menyatakan bahwa kasus dugaan pemalsuan dokumen dalam proyek pagar laut seharusnya dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, terdapat indikasi kuat pelanggaran yang melibatkan suap, gratifikasi, serta kerugian negara.
Bonyamin menjelaskan bahwa proyek pengurukan laut tanpa izin, yang kemudian berubah status menjadi lahan darat, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dinilai relevan karena proyek tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. "Jika ada pihak yang diuntungkan dari perubahan status lahan laut menjadi darat, ancaman hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara," tegasnya.
Selain itu, Bonyamin juga menyoroti Pasal 9 UU Tipikor yang mengatur pemalsuan dokumen oleh pejabat atau pegawai negeri. "Pasal ini paling mudah diaplikasikan. Namun, jika ditemukan unsur suap atau gratifikasi, pelaku bisa dikenakan pasal dengan ancaman lebih berat," ujarnya.
MAKI mendesak agar kasus ini ditangani oleh Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) dan bukan oleh penyidik pidana umum. Bonyamin juga meminta Kejaksaan Agung untuk menolak berkas perkara yang tidak mencantumkan pasal-pasal UU Tipikor. "Proses hukum harus sesuai dengan asas ne bis in idem, agar pelaku tidak diadili dua kali untuk kasus yang sama," pungkasnya.