Skandal Suap di Pengadilan: Hakim dan Pengacara Terlibat dalam Jual Beli Putusan

Kasus suap dalam dunia peradilan kembali mencuat, kali ini melibatkan sejumlah hakim dan pengacara dalam putusan kontroversial terkait korupsi minyak goreng dan pembunuhan.

Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto, diduga menerima suap untuk memuluskan vonis lepas bagi tiga korporasi terdakwa dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO). Ketiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Vonis ini bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang meminta ganti rugi hingga triliunan rupiah.

  • Permata Hijau Group: Dituntut ganti rugi Rp 937 miliar.
  • Wilmar Group: Dituntut ganti rugi Rp 11,8 triliun.
  • Musim Mas Group: Dituntut ganti rugi Rp 4,8 triliun.

Kasus ini terungkap setelah penyidik Kejaksaan Agung menemukan bukti transaksi suap berupa uang tunai dalam berbagai mata uang asing, termasuk Dolar Singapura (SGD) dan Dolar AS (USD). Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, diduga menjadi otak utama dalam skandal ini. Ia ditangkap dengan barang bukti berupa amplop berisi uang asing dan dompet berisi ratusan lembar uang pecahan asing.

Selain kasus korupsi minyak goreng, praktik suap juga terjadi dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur.

Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara. Namun, sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya dan seorang pengacara ditangkap karena diduga menerima suap untuk memuluskan vonis bebas tersebut. Pengacara Lisa Rahmat disebut sebagai perantara yang mengatur pertemuan antara keluarga Tannur dengan hakim dan pejabat MA.

  • Daftar Tersangka Kasus Suap Ronald Tannur:
  • Hakim Erintuah Damanik
  • Hakim Mangapul
  • Hakim Heru Hanindyo
  • Pengacara Lisa Rahmat
  • Mantan pejabat MA Zarof Ricar
  • Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.

Kasus-kasus ini menguak praktik mafia peradilan yang melibatkan jaringan luas, mulai dari hakim, pengacara, hingga pejabat tinggi. Kejaksaan Agung terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap lebih jauh jaringan suap di lingkungan peradilan.