Proyek Normalisasi Sungai Ciliwung Terhambat Pembebasan Lahan 16,52 Kilometer

Jakarta – Proyek normalisasi Sungai Ciliwung masih menghadapi kendala signifikan terkait pembebasan lahan. Hingga saat ini, dari total rencana sepanjang 33,69 kilometer, baru 17,17 kilometer yang berhasil diselesaikan. Sisanya, yakni 16,52 kilometer, masih tertunda akibat proses pengadaan tanah yang belum tuntas.

Menurut Roedito Setiawan, Kepala Unit Pengadaan Tanah Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta, tantangan utama terletak pada potensi penolakan masyarakat yang tanahnya akan dibebaskan. "Tidak menutup kemungkinan ada warga yang menolak meski proses telah mengikuti prosedur hukum," ujarnya. Proses pembebasan lahan ini dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 dan revisinya, PP Nomor 39 Tahun 2023. Mekanisme ganti rugi pun dilakukan melalui empat tahapan: perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil.

Jika terjadi penolakan, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan konsultasi publik ulang. Apabila resistensi tetap berlanjut, tim kajian keberatan akan dibentuk untuk mengevaluasi situasi dan memberikan rekomendasi kepada Gubernur. "Kami akan menelaah lebih dalam sebelum memutuskan langkah selanjutnya," jelas Roedito.

Di sisi lain, fokus pembebasan lahan terkonsentrasi di tiga wilayah: Cawang, Bidara Cina, dan Pengadegan. Data dari Sekretaris Dinas SDA Jakarta, Hendri, menunjukkan bahwa total lahan yang perlu dibebaskan mencakup 634 bidang dengan luas 12,908 hektar. Rinciannya sebagai berikut: - Cawang: 411 bidang tanah (58.946 m²) - Bidara Cina: 162 bidang tanah (57.035 m²) - Pengadegan: 61 bidang tanah (13.101 m²)

Lahan yang telah dibebaskan akan digunakan untuk pelebaran sungai, pembangunan tanggul, dan jalan inspeksi guna meningkatkan kapasitas aliran serta memudahkan pemeliharaan. Proyek ini dikerjakan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).