Upaya Penghapusan Praktik 'Nembak KTP' dalam Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
Praktik penggunaan KTP orang lain atau yang dikenal sebagai 'nembak KTP' dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) masih menjadi tantangan besar dalam sistem perpajakan di Indonesia. Meskipun secara hukum tindakan ini jelas melanggar aturan, banyak masyarakat yang tetap memilih cara ini untuk menghindari proses balik nama yang dianggap rumit.
Menurut Danang Wicaksono, Kepala Bidang PKB Bapenda Jawa Tengah, proses balik nama sebenarnya telah dipermudah dengan adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022. "Wajib pajak hanya perlu melampirkan KTP pemilik baru dan kuitansi pembelian," jelas Danang. Namun, kenyataannya, banyak masyarakat yang masih tergoda untuk menggunakan jasa calo atau oknum petugas guna mempermudah proses pembayaran pajak.
Berikut beberapa faktor yang memicu maraknya praktik 'nembak KTP': - Kemudahan Akses: Banyak masyarakat yang lebih memilih jalan pintas karena dianggap lebih praktis. - Biaya Tambahan: Meski harus mengeluarkan biaya ekstra, beberapa orang tetap memilih cara ini. - Peran Calo dan Oknum Petugas: Adanya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.
Danang juga menegaskan bahwa petugas Samsat sebenarnya tidak membutuhkan KTP untuk proses pembayaran pajak. "KTP hanya diperlukan untuk registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, yang menjadi wewenang kepolisian," ujarnya. Namun, hingga saat ini, praktik ini masih sulit diberantas karena melibatkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan kemudahan.