Laporan HRW: Serangan Udara di Sudan Selatan Tewaskan Puluhan Warga Sipil, Diduga Gunakan Senjata Pembakar Rakitan

Laporan HRW Ungkap Penggunaan Senjata Pembakar dalam Serangan Udara Mematikan di Sudan Selatan

Human Rights Watch (HRW) telah merilis laporan yang mengejutkan terkait serangkaian serangan udara yang terjadi di Sudan Selatan pada bulan Maret 2025. Laporan tersebut menyoroti dugaan penggunaan senjata pembakar rakitan oleh pasukan pemerintah yang menyasar wilayah sipil di Negara Bagian Upper Nile. Serangan-serangan ini, yang terjadi di daerah Nasir, Longechuk, dan Ulang, dilaporkan telah menyebabkan sedikitnya 58 orang tewas, termasuk anak-anak, serta banyak lainnya mengalami luka bakar parah.

HRW mengutuk keras serangan-serangan tersebut, yang menurut mereka dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang jika terbukti dilakukan secara sengaja terhadap warga sipil. Lembaga hak asasi manusia ini mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera mengambil tindakan tegas, termasuk menekan pemerintah Sudan Selatan untuk menghentikan serangan yang melanggar hukum humaniter internasional dan menempatkan pasukan penjaga perdamaian di wilayah terdampak.

Detail Serangan dan Kesaksian Korban

Laporan HRW memberikan rincian mengerikan tentang serangan-serangan yang terjadi antara 16 dan 21 Maret 2025. Pada 16-19 Maret, desa Mathiang, Longechuk diserang dan menewaskan sedikitnya 21 orang. Pada periode yang sama, Kota Nasir juga diserang yang mengakibatkan 22 orang tewas dan puluhan rumah terbakar. Pada 21 Maret, serangan dilaporkan terjadi di daerah Kuich, Ulang, menewaskan 15 orang, termasuk tiga anak-anak.

Warga sipil yang menjadi saksi mata serangan menggambarkan kengerian yang mereka alami. Salah seorang saksi mata menceritakan bagaimana sebuah benda mirip pesawat berbaling-baling menjatuhkan bahan pembakar ke dalam tong, menyebabkan api berkobar dan membakar orang-orang di sekitarnya. Saksi lainnya menggambarkan kondisi korban luka bakar yang sangat parah, bahkan hingga giginya pun terbakar.

Implikasi Konflik Internal dan Perjanjian Damai

Serangan-serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara faksi Presiden Salva Kiir dan pasukan loyalis Wakil Presiden Pertama Riek Machar. Pemerintah Sudan Selatan juga menuding keterlibatan kelompok pemuda bersenjata White Army dari etnis Nuer dalam kekacauan tersebut. Menteri Informasi Michael Makuei Lueth mengakui bahwa pemerintah telah melakukan serangan udara di wilayah tersebut sebagai bagian dari upaya pengamanan, namun pernyataannya justru menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan warga sipil.

Situasi ini semakin memperburuk kekhawatiran akan masa depan perjanjian damai 2018 yang rapuh, yang sempat mengakhiri perang saudara berdarah selama lima tahun. Insiden ini berpotensi menggoyahkan stabilitas Sudan Selatan, negara termuda di benua Afrika, dan memicu kembali konflik yang lebih luas.

Seruan Internasional dan Investigasi

Komunitas internasional, termasuk PBB dan negara-negara anggota, didesak untuk memberikan perhatian serius terhadap situasi di Sudan Selatan dan mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi warga sipil. Investigasi independen dan transparan terhadap dugaan kejahatan perang harus segera dilakukan, dan para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Dugaan penggunaan senjata pembakar rakitan oleh pasukan pemerintah Sudan Selatan.
  • Serangan udara yang menewaskan puluhan warga sipil, termasuk anak-anak.
  • Desakan HRW kepada PBB untuk mengambil tindakan tegas dan menempatkan pasukan penjaga perdamaian.
  • Potensi implikasi terhadap perjanjian damai 2018 dan stabilitas Sudan Selatan.
  • Seruan untuk investigasi independen dan pertanggungjawaban atas kejahatan perang.