RUU Sisdiknas: Integrasi Empat UU Pendidikan dan Wacana Resentralisasi Guru Mencuat

RUU Sisdiknas: Integrasi Empat UU Pendidikan dan Wacana Resentralisasi Guru Mencuat

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang ambisius, dengan tujuan menyederhanakan dan menyelaraskan regulasi pendidikan di Indonesia. RUU ini diproyeksikan akan menggabungkan empat undang-undang (UU) yang saat ini mengatur berbagai aspek pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pendidikan pesantren.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa proses revisi UU Sisdiknas sedang berjalan intensif dan menjadi inisiatif dari DPR. Beliau menugaskan Wakil Menteri (Wamen) Atip Latipulhayat untuk mengawasi jalannya pembahasan RUU ini.

"Perubahan UU Sisdiknas, sedang berjalan, mengawasi ini saya tugaskan Pak Wamen Atip Latipulhayat. Ini inisiatif DPR, dan sedang dibahas intensif dengan DPR," tutur Mendikdasmen Mu'ti dalam sebuah kesempatan di Perpustakaan Kemendikdasmen.

Integrasi Empat UU Pendidikan

Adapun keempat UU yang akan diintegrasikan ke dalam RUU Sisdiknas adalah sebagai berikut:

  • UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  • UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
  • UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
  • UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren

Menteri Mu'ti menjelaskan bahwa saat ini Wamen sedang dalam tahap penyusunan naskah akademik untuk menggabungkan keempat UU tersebut menjadi satu UU tunggal. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif, terpadu, dan responsif terhadap kebutuhan zaman. Tumpang tindih dan inkonsistensi antar UU yang selama ini kerap menjadi kendala diharapkan dapat diatasi dengan integrasi ini.

Wacana Resentralisasi Guru

Selain integrasi UU, RUU Sisdiknas juga membuka wacana mengenai resentralisasi guru. Isu ini muncul sebagai respons terhadap berbagai permasalahan terkait rekrutmen, pembinaan, dan distribusi guru di berbagai daerah di Indonesia. Saat ini, rekrutmen guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi kewenangan pemerintah daerah (Pemda), namun pembinaannya berada di bawah pemerintah pusat.

Kondisi ini menimbulkan sejumlah tantangan, terutama dalam pemerataan kualitas guru di seluruh wilayah Indonesia. Aturan Otonomi Daerah (Otda) saat ini belum memungkinkan distribusi guru lintas provinsi, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara daerah yang kelebihan guru dan daerah yang kekurangan guru, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

"Rasio guru dan murid di Indonesia ini udah cukup sebenarnya. Tapi ada yang kelebihan dan kekurangan. Ada guru di daerah 3 T (Tertinggal-Terdepan-Terluar) itu kewenangan Pemerintah Pusat. Ada wacana rekrutmen, pembinaan dan penempatan di Pemerintah Pusat," jelas Mu'ti.

Untuk mengatasi masalah ini, muncul wacana untuk merevisi UU Otda Nomor 23 Tahun 2014, khususnya yang menyangkut kewenangan dalam bidang pendidikan. Pemerintah pusat mempertimbangkan untuk mengambil alih kewenangan dalam rekrutmen, pembinaan, dan penempatan guru, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan.

Wacana ini tentu memicu perdebatan. Di satu sisi, resentralisasi guru diharapkan dapat mengatasi masalah pemerataan dan kualitas guru. Namun, di sisi lain, dikhawatirkan dapat mengurangi fleksibilitas dan otonomi daerah dalam mengelola pendidikan sesuai dengan kebutuhan lokal.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikdasmen, Suharti, menambahkan bahwa wacana resentralisasi guru telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selain itu, rencana revisi UU Otda juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, sehingga kemungkinan akan berjalan bersamaan dengan RUU Sisdiknas.

"Resentralisasi guru masuk RPJMN, rencana revisi UU Otda sudah masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2025, kemungkinan berjalan bersamaan (dengan RUU Sisdiknas)," tambah Suharti.

Dengan demikian, RUU Sisdiknas tidak hanya menjadi upaya untuk menyederhanakan regulasi pendidikan, tetapi juga menjadi momentum untuk menata ulang sistem pengelolaan guru di Indonesia. Pembahasan RUU ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang terbaik bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara otonomi daerah dan peran pemerintah pusat.