Strategi Game Theory dalam Perang Dagang Era Trump: Analisis Respon Negara dan Prospek Negosiasi

Strategi Game Theory dalam Perang Dagang Era Trump: Analisis Respon Negara dan Prospek Negosiasi

Artikel ini melanjutkan analisis sebelumnya mengenai aplikasi game theory dalam kebijakan perdagangan Donald Trump, dengan fokus pada periode setelah dikeluarkannya Executive Order 14195 yang menetapkan tarif 10% terhadap semua impor dari China. Respons negara-negara di dunia terhadap kebijakan ini, khususnya dari perspektif cooperative players dan implikasi mutual defection, akan diulas lebih lanjut.

Eskalasi Tarif dan Respon China

Setelah Executive Order 14195 diumumkan, China merespons dengan cepat melalui pemberlakuan tarif 15% terhadap impor batu bara dan gas alam cair dari AS, serta memasukkan beberapa perusahaan AS ke dalam daftar entitas yang tidak dapat dipercaya. Langkah ini menandai dimulainya siklus aksi-reaksi yang mencerminkan konsep tit-for-tat dalam game theory. Amerika Serikat kemudian meningkatkan tarif impor terhadap produk China dari 10% menjadi 20%, yang dibalas China dengan tarif tambahan 15% terhadap produk pertanian AS dan investigasi anti-penyelundupan terhadap serat optik dari AS. Eskalasi ini mencapai puncaknya pada momen Liberation Day, ketika AS menetapkan tarif universal 10% terhadap semua produk impor, kecuali China yang dikenakan tarif 125%. Kebijakan ini mengguncang pasar keuangan global dan memaksa Trump untuk menunda implementasinya selama 90 hari.

Strategi Kooperatif vs. Defeksi Mutual

Dalam menghadapi kebijakan tarif AS, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kategori utama:

  • Cooperative Players: Negara-negara yang memilih untuk bernegosiasi dengan AS guna menghindari dampak ekonomi yang lebih besar. Vietnam adalah contoh utama, di mana ekspor ke AS menyumbang 30% dari PDB mereka. Pemimpin Vietnam langsung menghubungi Trump untuk membuka jalur komunikasi dan menawarkan negosiasi. Singapura dan Kamboja juga menunjukkan sikap serupa, dengan Kamboja bahkan menawarkan penurunan tarif impor terhadap produk AS menjadi 5% dari rencana awal 49%.

  • Non-Cooperative Players: Negara-negara yang merespons dengan tindakan balasan (retaliasi). China dan Uni Eropa adalah contoh negara yang menerapkan pola mutual defection, di mana tiap pihak saling merespons kebijakan agresif satu sama lain. Pola ini berpotensi menciptakan high-cost equilibrium, di mana tidak adanya kompromi akan menyebabkan dampak yang lebih besar bagi semua pihak.

ASEAN secara keseluruhan cenderung mengambil sikap kooperatif, sebagaimana tercermin dalam pernyataan bersama pada Pertemuan Khusus AEM. ASEAN berkomitmen untuk membangun hubungan konstruktif dengan AS dan menekankan pentingnya sistem perdagangan multilateral berbasis aturan WTO. Negara-negara ASEAN lebih memilih untuk bersikap rasional dan mempertimbangkan risiko serta peluang dari setiap tindakan, dengan tujuan menjaga hubungan dagang yang saling menguntungkan.

Pergeseran Kekuatan Ekonomi Global

Perlu dicatat bahwa lanskap ekonomi global telah mengalami pergeseran signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2000, nilai perdagangan AS empat kali lipat lebih besar dari China. Namun, antara tahun 2000 dan 2024, nilai perdagangan China tumbuh secara eksponensial, melampaui AS dan mencapai 6,2 triliun dolar AS. China kini menjadi mitra dagang utama bagi sebagian besar negara di Asia dan Afrika, serta semakin mendominasi perdagangan di Australia, Oceania, Amerika Selatan, dan Eropa Timur. Perubahan ini memberikan konteks penting dalam memahami respons negara-negara terhadap kebijakan perdagangan AS.

Prospek Negosiasi dan Strategi Trump

Saat ini, negosiasi dalam jeda waktu penundaan tarif resiprokal telah dimulai. Namun, beberapa negara masih berjuang dengan menerapkan kebijakan tarif dan non-tarif. Trump dikenal sebagai pemain yang penuh kejutan, sehingga penting untuk terus membaca pikirannya dan membangun landasan yang kuat untuk negosiasi. Permainan ini masih panjang dan membutuhkan analisis yang cermat terhadap setiap langkah dan respons dari para pemain utama.

Secara keseluruhan, perang dagang di era Trump memberikan studi kasus yang menarik tentang aplikasi game theory dalam hubungan internasional. Respon negara-negara di dunia mencerminkan berbagai strategi dan pertimbangan ekonomi-politik, yang dipengaruhi oleh posisi mereka dalam sistem perdagangan global dan tujuan pembangunan nasional mereka.