LBH Jakarta: Pernyataan Kejagung Soal Pertamina Tak Cukup Redakan Keraguan Publik

LBH Jakarta: Pernyataan Kejagung Soal Pertamina Tak Cukup Redakan Keraguan Publik

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan, menyoroti pernyataan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung yang meminta masyarakat tetap percaya dan menggunakan produk Pertamina. Fadhil menilai pernyataan tersebut tidak cukup meredakan keresahan publik terkait dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang terjadi dalam kurun waktu 2018-2023. Ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut bagaikan “aspirin” yang hanya meredakan gejala sementara, tanpa menyelesaikan permasalahan mendasar. Meskipun Kejagung menyatakan bahwa praktik pengoplosan tersebut telah dihentikan pada tahun 2023 dan Pertamina telah melakukan perbaikan, LBH Jakarta memandang hal tersebut tidak serta merta menghapus dugaan pelanggaran hukum yang terjadi sebelumnya.

"Perbaikan di tahun 2024 tidak dapat menghapus dugaan penipuan yang terjadi sejak tahun 2018 hingga 2023. Logikanya, jika masyarakat dirugikan selama bertahun-tahun, perbaikan di tahun berikutnya tidak dapat menghapus tanggung jawab atas kerugian tersebut," ujar Fadhil dalam keterangannya kepada media, Kamis (6/3/2025). LBH Jakarta menilai, pernyataan Jampidsus justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan di tengah masyarakat. Kejelasan dan transparansi dalam proses penyelesaian kasus ini menjadi kunci utama dalam memulihkan kepercayaan publik.

LBH Jakarta menekankan pentingnya penyelidikan yang menyeluruh dan independen terhadap dugaan pengoplosan BBM yang terjadi antara tahun 2018 hingga 2023. Lembaga tersebut mendesak agar proses penyelidikan dilakukan oleh tim independen yang melibatkan pakar, ahli, dan perwakilan masyarakat. Tim independen ini diharapkan dapat memberikan hasil penyelidikan yang obyektif dan transparan, sehingga dapat mengakhiri spekulasi dan keraguan yang tengah berkembang di masyarakat.

Tuntutan Transparansi dan Keadilan

Lebih lanjut, Fadhil menjelaskan bahwa LBH Jakarta telah menutup posko pengaduan dugaan pengoplosan BBM pada Selasa (4/3/2025), setelah beroperasi selama beberapa hari dan menerima 619 laporan dari berbagai daerah di Indonesia. Meskipun Pertamina dan Kejagung telah menyatakan komitmen untuk memperbaiki dan melakukan pengujian terbuka, LBH Jakarta tetap mendesak agar proses hukum berjalan secara transparan dan akuntabel. Ketidakpercayaan publik, menurut Fadhil, muncul bukan tanpa sebab. Oleh karena itu, diperlukan investigasi yang komprehensif dan melibatkan pihak independen untuk memastikan keadilan bagi konsumen yang merasa dirugikan.

"Kami membuka posko pengaduan bukan untuk mencari sensasi, melainkan untuk mencari kebenaran dan keadilan. Jika memang tidak ada pengoplosan dan hasilnya transparan, maka kasus ini dapat dianggap selesai," tegas Fadhil. Setelah penutupan posko, LBH Jakarta akan mempelajari semua laporan yang masuk dan mendiskusikan langkah hukum selanjutnya bersama para pelapor, termasuk merumuskan langkah yang tepat untuk mewakili kepentingan para pengadu dan memastikan kerugian mereka mendapatkan kompensasi yang layak.

Sementara itu, Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, sebelumnya telah membantah adanya pengoplosan BBM Pertamax dan meminta masyarakat untuk tidak meninggalkan produk dalam negeri. Ia mengklaim Pertamina telah melakukan pengujian dan memastikan produknya memenuhi standar. Namun, pernyataan ini dinilai LBH Jakarta sebagai upaya untuk meredam keresahan publik tanpa disertai dengan langkah-langkah konkrit yang menjamin transparansi dan keadilan.

Langkah Hukum ke Depan

LBH Jakarta akan menganalisis data yang dikumpulkan dari posko pengaduan, termasuk informasi tentang kerugian yang dialami para pelapor. Berbekal data ini, LBH Jakarta akan menentukan langkah hukum selanjutnya untuk melindungi hak-hak konsumen dan memastikan proses hukum berlangsung secara adil dan transparan. Kejelasan dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap Pertamina dan pemerintah.