Skandal Suap Rp 60 Miliar Guncang Pengadilan: Ketua PN Jaksel Diduga Atur Vonis Lepas Kasus Migor
Skandal Suap Rp 60 Miliar Guncang Pengadilan: Ketua PN Jaksel Diduga Atur Vonis Lepas Kasus Migor
Jakarta - Dunia peradilan kembali tercoreng dengan terungkapnya dugaan suap senilai Rp 60 miliar yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yang diduga terkait dengan pengaturan vonis lepas terhadap tiga korporasi terdakwa kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Kronologi dan Peran Tersangka
Kasus ini bermula dari vonis lepas yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 terhadap tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Vonis ini sangat kontras dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta uang pengganti senilai:
- Rp 937 miliar dari Permata Hijau Group
- Rp 11,8 triliun dari Wilmar Group
- Rp 4,8 triliun dari Musim Mas Group
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penyidik menemukan bukti kuat adanya suap di balik putusan kontroversial tersebut. Marcella Santoso dan Ariyanto, yang merupakan pengacara dari ketiga korporasi tersebut, diduga memberikan suap senilai Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, melalui seorang panitera muda PN Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan.
"Pemberian suap ini dilakukan melalui WG (Wahyu Gunawan) agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan putusan onslag," ujar Qohar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan.
Onslag sendiri berarti meskipun unsur pasal yang didakwakan terpenuhi, namun menurut pertimbangan majelis hakim, perbuatan tersebut bukanlah tindak pidana.
Peran Muhammad Arif Nuryanta
Abdul Qohar menambahkan bahwa Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan, diduga menggunakan posisinya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat untuk mengatur vonis lepas tersebut. Kejagung telah menemukan bukti yang cukup bahwa Arif Nuryanta menerima uang sebesar Rp 60 miliar untuk memuluskan pengaturan putusan tersebut.
Pasal yang Dilanggar
Kejaksaan Agung menjerat para tersangka dengan pasal-pasal berlapis dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut adalah pasal yang disangkakan kepada masing-masing tersangka:
- Wahyu Gunawan: Pasal 12 huruf a, juncto Pasal 12 huruf b, juncto Pasal 5 ayat 2, juncto Pasal 18, juncto Pasal 11, juncto Pasal 12 huruf B, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
- Marcella Santoso dan Ariyanto: Pasal 6 ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
- Muhammad Arif Nuryanta: Pasal 12 huruf c, juncto Pasal 12 huruf B, juncto Pasal 6 ayat 2, juncto Pasal 12 huruf A, juncto Pasal 12 huruf b, juncto Pasal 5 ayat 2, juncto Pasal 11, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra lembaga peradilan dan menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat serta reformasi menyeluruh untuk mencegah praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik.