Tekanan Ekonomi Meningkat, Akhir Era Perang Tarif Trump Semakin Dekat?
Tekanan Ekonomi Meningkat, Akhir Era Perang Tarif Trump Semakin Dekat?
Perkembangan dinamika ekonomi global, khususnya dalam ranah perdagangan dan keuangan, mengindikasikan potensi perubahan signifikan dalam kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Analisis terkini menyoroti kemungkinan berakhirnya perang tarif yang selama ini digencarkan oleh pemerintahan Donald Trump dalam kurun waktu tiga bulan mendatang. Dua opsi krusial muncul bagi Trump: mengakhiri perang tarif dengan cara terhormat atau menghadapi risiko pemakzulan akibat tekanan internal.
Keretakan Internal dan Dampak Kebijakan
Ketidakselarasan pandangan antara Trump dan tokoh berpengaruh seperti Elon Musk, terutama terkait dengan ketergantungan pada rantai pasok dari China, semakin memperlebar jurang perpecahan. Sikap Musk, yang menyoroti dampak terhambatnya pasokan blade battery (baterai lithium besi fosfat) dan electronic platform 3.0 dari China oleh BYD, mendapat dukungan luas. Langkah resiprokal China dengan memberlakukan tarif tinggi (125%) dan pembatalan impor senilai USD 640 miliar memicu kemarahan kalangan kapitalis Amerika Serikat, yang mendesak penghentian kebijakan Trump yang dinilai merugikan.
Resiliensi China di Tengah Tekanan
Di tengah aktivitas pasar yang lesu di kota-kota seperti Shanghai dan Hong Kong, Presiden Xi Jinping terus menekankan pentingnya ketahanan mental dan kemampuan beradaptasi. Retorika Xi Jinping menggambarkan bangsa China sebagai "samudra tenang" yang mampu mengatasi badai, seraya mempersiapkan rakyatnya untuk menghadapi segala kemungkinan konflik.
Media massa China gencar menayangkan narasi tentang sejarah perjuangan dan kemiskinan masa lalu, dengan tujuan membangkitkan semangat nasionalisme dan keyakinan akan kekuatan China di panggung dunia. Pesan yang disampaikan adalah kesiapan China untuk menghadapi segala bentuk agresi.
Fluktuasi Pasar dan Manuver Indonesia
Sempat melonjaknya saham Tesla pasca pengangkatan Elon Musk ke dalam kabinet menunjukkan sensitivitas pasar terhadap perubahan kebijakan. Namun, perkembangan situasi yang kurang menguntungkan bagi Amerika Serikat berpotensi menyebabkan penurunan berkelanjutan pada nilai saham Tesla.
Di tengah perang ekonomi global, manuver PIKPOK (Pemikiran, Ide, Konsep, dan Operasi Kebijakan) Presiden Prabowo Subianto diapresiasi oleh pemerintahan Trump. Strategi ini dinilai sebagai upaya cerdas untuk merangkul Indonesia, sambil tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, demi kepentingan nasional Indonesia.
Peluang Indonesia di Tengah Konflik
Kebijakan percepatan pengembangan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas memberikan peluang bagi China untuk mengalihkan relokasi perusahaannya ke wilayah tersebut, sehingga dapat menepis dampak negatif dari tarif Trump. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia melalui limpahan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Indonesia berpotensi untuk tidak hanya menghindari dampak negatif dari perang ekonomi, tetapi juga memanfaatkan peluang yang muncul. Investasi yang masuk melalui Batam diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi di daerah lain di Indonesia, bahkan di seluruh kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, Indonesia tidak akan menjadi korban dari konflik global, melainkan pemain aktif yang memanfaatkan peluang yang ada.
Warisan Konflik: Arang dan Abu
Semua bentuk perang, termasuk perang ekonomi, hanya akan menyisakan "arang" bagi pemenang dan "abu" bagi pihak yang kalah. Indonesia bertekad untuk tidak menjadi penerima arang dari kemenangan China, maupun abu dari kekalahan Trump. Sebaliknya, Indonesia akan memanfaatkan momentum ini untuk membangun kekuatan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumber: Analisis AM Hendropriyono, Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)